CERPEN "NGOMEL" (COP)

Dimalam-malam begini, patung-patung punokawan yang beberapa waktu yang lalu tak terbeli di warung karena harganya mahal tiba-tiba sukmanya datang ke kamarku. Pertama kali datang Petruk, lalu diikuti yang lain sebagainnya macam Bagong, Gareng, Semar, Bima dan Prabu Yudistira. Mereka datang susul menyusul. Nampaknya mereka ingin menemaniku yang sendirian di dalam kamar. Mereka ingin saling asah asih asuh antar sesama. Sebenarnya ini nampak seperti Bangsa lain yang sedang berkunjung ke bangsaku. Tapi aku sendiri bingung, kenapa mereka begitu. Apa hanya karena mereka tak terbeli. Maksud saya apa karena mereka sebenarnya ingin kebebasan. Mereka terkurung dalam kotak pedagang-pedagang itu. Waktu toko buka mereka dipajang di belakang. Waktu toko tutup mereka di simpan dalam kotak. Rasa-rasanya mereka sebenarnya kebosanan, kalau tidak berbuat apa-apa. Hidupnya nampak linier, statis, monoton. Hanya hal-hal itu saja yang dia lakoni.

Petruk datang lalu ngomel-ngomel.
"Aku kalau punya facebook aku pingin statusnya di like sama orang-orang yang benar-benar tulus. Maksudnya, yang tertulis itu memang benar-benar bermakna bagi orang-orang yang berkepentingan".

Disahut prabu Yudistira yang nampak muncul menembus pintu kamarku. "Bangsa kita yang sebenarnya hancur sudah. Kita bermigrasi ke bangsa Facebook, twitter dan sebagainya. Jadi silakan tertawa sepuasnya".Nampaknya akan benar-benar terjadi rapat dikamarku. Parabu Yudistira lah yang bakal memimpin rapat.

"Wah kalau begitu, bakal banyak kepalsuan kalau rakyat sudah mulai pergi ke Facebook atau Twitter, rakyat jadi makin pandai ngomong gombal" kata gareng sok tahu. Muncul dari genting lalu duduk bersila.

"Lho! Apa kamu tidak punya facebook atau twitter? Kamu kan suka mencitrakan siapa dirimu lewat status atau TL'mu. Kamu kan yang biasa diam-diam ngintip omongan orang-orang lalu diam-diam bilang cuiih." Kata Bima menolak omongan gareng yang tiba-tiba muncul dari bumi.
 
Bagong lalu bisik-bisik sama gareng dan petruk. "Coba kalau yang ngomong bukan Bima yang suka main kasar, sudah ku sumpal mulutnya sama sempakku. Aku ngerti dia juga punya Facebook dan Twitter. Apa bedanya sama kita?" Bagonglah yang tiba-tiba muncul bak pesulap saat beraksi.

"Begini saudara-saudara. Memang kita punya keyakinan, lalu kenapa kita harus marah bila orang lain sedang mengukuhi keyakinannya? Jangan-jangan kita pada posisi yang salah. Kita harus mencurigai pikiran kita sendiri sebelum mencurigai orang lain. Siapa tahu mereka sedang ada maksud baik." Kata semar mengakhiri. Lalu Rapat dikamarku pun bubar karena ada politikus bangsa yg sebenarnya yang mengacau menghina.

Aku yang keheran-heran atas kedatangan mereka, masih nampak takut dan keheran-heran. Padahal dipikiranku ada yang ingin aku sampaikan. Namun karena takut dan kaget, apa yang ingin kau sampaikan tak mampu ku sampaikan. Barangkali ini karena syaraf-syaraf setelah operasi otak yang ada dikepala aku pindah menjadi di dengkul masih ada syaraf yang keliru, masih ada syaraf yang salah sambung. Padahal jelas sekali aku memikirkan bahwa : Bila kita tak sabar mendengarkan atau membaca sampai selesai, bisa-bisa kita salah dalam mengambil kesimpulan. Yang seharusnya ada beberapa kalimat lagi sebagai penjelas, namun karena kita terlanjur merasa sudah bisa mengambil kesimpulan akhirnya kesimpulan yang kita dapat berbeda dengan yang sebenarnya. Dan sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa "Berapa banyak perang yang terjadi, hanya karena kesimpulan yang keliru".



*Oleh Amin Bagus Panuntun 
Kamar, 20 Desember 2011

Ternyata cukup susah juga membuat fiksi yang menceritakan orang-orang yang terlanjur mempunyai karakter. Bukan hanya karena ini kontemporer lalu kita dengan seenaknya menggantikan kearifan semar, kebijaksanaan Prabu yudistira atau kekuatan Bima. Inilah sebuah cerita fiksi yang saya buat karena iseng. Sebuah cerita wayang kontemporer. Contemporer of Puppet.


Terima kasih telah membaca artikel: CERPEN "NGOMEL" (COP)

0 komentar:

Posting Komentar