@AMINKECIL Lakon "Perang Batarayudha" (COP)

Kemarin saya memang tidak ikut demo, Tapi saya duduk bareng sama intel-intel yang bertugas. Saya tidak ikut upacara (lih : demo) karena saya punya sikap bahwa Demo saya lihat sebagai onani. Maksud saya bila kita demo tanpa ada kekuatan besar, dan tidak menghasilkan apa-apa artinya wajah demo menjadi tidak sakral. Dan akibatnya demo bukan lagi kekuatan yang bisa merubah kesalahan orang lain atau dalam bentuk kebijakan karena orang itu menjadi mau intropeksi atau kebijakan itu dikoreksi karena sebuah penyadaran. Bahkan bisa jadi demo sudah tidak ada artinya lagi karena masyarakat keseluruhan tidak memberikan dukungan.

Namun bagi saya, kemarin melihat teman-teman aktivis yang sedang demo adalah bentuk perasaan simpatik saya kepada Sondang Hutagalung terlepas dia melakukan ironi yang konyol. Namun saya melihat sikap dia adalah mampu menyulut perang, sekaligus simbol peperangan. Dan peperangan yang sebenarnya baru akan dimulai saat kita semua mau mengorbankan diri sendiri dengan berbenah diri. Menganggap diri sendiri adalah musuh yang harus sekuat tenaga dilawan. Karena diri sendiri itulah yang membuat kita permisif terhadap kesalahan-kesalahan, kebrengsekan-kebrengsekan, yang dilakukan diri sendiri, orang lain maupun pemerintah sebagai hal yang biasa dilakukan.

Sehingga itu yang membuat kita lupa bahwa kesalahan adalah kesalahan, kebenaran adalah kebenaran. Bukan sebuah pengakuan salah benar yang bisa di plintir-plintir. Sehingga membuat kita semua menjadi acuh sekaligus membuat kita memahami antara kebenaran dan kesalahan sama saja dan biasa saja. Kita sendiri tidak sadar bila itu semua membuat kita kehilangan makna bahwa membiarkan kesalahan sama juga dengan melakukan kejahatan.

***

Dalam cerita wayang, Perang Baratayudha yang memang telah di ramalkan oleh para dewa dari kahyangan dan disetting oleh Kresna. Perang antara pihak Pandhawa dan Kurawa. Perang antara simbol kebaikan yang diperankan oleh pandawa dan simbol kejahatan yang di perankan oleh kurawa. Semua itu bisa disebut takdir yang diciptakan para dewa bahwa hidup ini hitam dan putih dan juga diberikan takdir bahwa dalam perang baratayudha pihak Pandawa lah yang akan memenangkan peperangan, itu artinya kebenaran akan selalu menang.

Namun barangkali karena Kurawa itu memang sudah ditakdirkan untuk kalah, akhirnya Kurawa akal-akalan melakukan gebrakan-gebrakan politik, gebrakan-gebrakan amoral sekaligus membodohkan pihak lain, gebrakan-gebrakan memiskinkan pihak lain dan gebrakan-gebrakan yang super akal-akalan, yang sebenarnya adalah bentuk ketakutan bahwa dirinya akan kalah. Oleh karena akal-akalan pihak Kurawa tersebut akhirnya kehidupan kita tidak lagi hitam dan putih saja. Namun ada yang abu-abu bahkan bisa merubah warnanya tergantung lingkungan.

Akal-akalan itulah yang membuat kita tidak sadar bahwa kita sudah dininabobokkan, kita sudah di peti es kan oleh pihak-pihak kurawa (kejahatan). Akhirnya kita jadi bodoh, suka ikut-ikutan karena tidak bisa berpikir. Apalagi yang lebih parah adalah kita merubah warna tergantung lingkungan atau bisa disebut mencla-mencle, plintat-plintut, munafik. Kita jadi suka bilang salah saat berada di pihak yang salah, kita suka bilang benar saat berada di pihak yang benar. Kita jadi suka membiarkan tubuh kita digerakkan oleh sesuatu yang sebenarnya tidak bertanggung jawab dari dalam diri kita yaitu kepentingan dan hawa nafsu.

GORO-GORO

Kita bisa lihat, akal-akalan itu membuat kita merasakan jikalau antara kebenaran dan kesalahan itu berdamai. Asal ada uang kebenaran bisa terbeli. Yang salah bisa jadi benar karena hukum dapat dibeli oleh siapa saja. Keadilan bisa di tidak adilkan oleh kekuasaan yang menindas, Suara bisa dibeli dengan uang karena mereka butuh, dan tak ada suara bila uang juga tidak ada. Seseorang yang benar bisa disalahkan karena fitnah diobral macam diskon akhir tahun, koruptor dibebaskan, aktivis Hak Asasi Manusia dibunuh karena dianggap membahayakan, Presiden banyak aksi tipu-tipu namun dikemas dengan cara baru, dll. Bila kita tahu perdamaian antara kebenaran dan kesalahan yang dibuat-buat akan selalu menyakitkan.

Namun karena otak kita yang seharusnya bisa kita cuci biar bersih ini tidak kita ijinkan untuk dicuci. Karena bila otak kita bersih malah dikira kita gila, kita sok alim, kita sok suci, kita sok bersih. Karena kepalsuan itu memang kita pupuk sendiri menjadi suatu budaya yang mencemari budaya yang lainnya.

Saya sendiri menginginkan kalau perang Baratayudha itu benar-benar terjadi di kehidupan nyata kita. Sehingga pihak dari simbol kebaikan itu menang. Tidak ada lagi kepalsuan, kemunafikan, korupsi, plintat-plintut, kebodohan, kecurangan, kesombongan, sikap sok kuasa, kedengkian, kepelitan, kebrengsekan, dan sifat atau sikap-sikap yang mewakili kejahatan lainnya bisa kalah. Dia bisa hilang karena kita melawannya. Dan kita bisa sadar kalau musuh terbesar kita adalah diri sendiri.

Oleh karena itu kita selalu melakukan perang Baratayudha pada diri kita sendiri. Yang merasa masih bodoh kita lawan dengan belajar, yang masih tidak jujur kita lawan dengan melakukan kejujuran, dan lain sebagainya. Agar kehidupan kita di sini menjadi benar-benar terjamin. Dan Negara sekaligus bangsa ini bisa maju. 

Oleh Amin Bagus Panuntun 
Kamar, 9 dan 10 Desember 2011
9   Desember = Hari Anti Korupsi Sedunia
10 Desember = Hari Hak Asasi Manusia

 


 Contemporer of Puppet


Terima kasih telah membaca artikel: @AMINKECIL Lakon "Perang Batarayudha" (COP)

0 komentar:

Posting Komentar