MANUSIA

0 komentar
Aku sudah mulai muak dengan kehidupan dunia semacam ini. Aku merasa sudah tak mampu lagi menahan diri menghadapi manusia yang mulai mati pikirannya. Sukmaku serasa sudah hancur tak karuan menghadapi manusia bodoh tetapi yakin, bagiku manusia semacam itu sama bahayanya dengan manusia-manusia yang merusak kebenaran.

Banyak orang-orang mengatakan "kita kehilangan kebersamaan, lupa mementingkan kepentingan bersama" tapi kenapa tiba-tiba kita selalu kembali ke kepentingan sendiri?
Aku sudah tak berdaya lagi menghadapi semua ini. Jalanku sudah mulai bopeng tak karuan. Otakku yang memang sengaja aku tempatkan di dengkul agar tak mampu merasa, kini sudah mulai mampu merasa. Aku mulai bingung mau ditempatkan dimana lagi otakku.

Tragedi manusia modern ini bukanlah kerena mereka makin sedikit tahu makna hidupnya, tapi karena manusia ini semakin tak peduli. Otak-otak kita lumpuh tak mau lagi diajak berpikir, otak kita sudah mulai malas bekerja. Otak kita digantikan dengan kepentingan, otak kita di intimidasi dengan semangat kapitalistik dan materialistik. Seolah-olah bila kepentingan kita terusik, kita punya HAK untuk marah besar dan memaki-maki. Namun bila kita menjalankan kepentingan kita dengan jalan mengusik kepentingan orang lain, kita cukup bilang "INI UNTUK KEPENTINGAN BERSAMA"

Manusia, Manusia di kehidupan sekarang ini sudah mulai disiksa oleh ketidaktahuannya tentang tugasnya dibumi, tapi manusia ini tetap dengan riang melaksanakan tugas yang tak jelas itu. Aku sudah mulai tak yakin dengan kehidupan semacam ini. Manusia-manusia yang jalannya miring melihat sesuatu dengan jalan miring. Kita tak mau menegakkan diri kita untuk belajar agar tahu tugas kita. Orang-orang hanya melihat dengan cara separo-separo. Orang-orang sudah mulai lupa cara melihat permasalahan hidup secara utuh. Jalan kita sungguh sudah miring. Kita jadi manusia-manusia bopeng.

Manusia sekarang hanya karena permasalahan yang sepele emosi mereka bisa berubah-ubah seolah-olah mereka bukan dalang bagi dirinya sendiri. Mereka hanya jadi manusia-manusia plastik yang berjalan diatas aspal kepentingan. Mengendarai sikap kapitalistik dan menuju ke tempat yang disebut jalan materialistik. Semua diukur serba uang, seolah-olah uang sudah menjadi berhala, seoalah-olah kesuksesan sudah menjadi benda yang harus di miliki. Hanya untuk satu tujuan agar disebut orang berhasil, orang yang punya jabatan, orang yang pintar atau orang yang sukses. Kini, semua menjadi diukur serba benda.

Tuhan, bila sejarah ingin kau ulangi. Bila sejarah tentang air bah yang menutup daratan bumi kau munculkan lagi seperti di kisah nabi Nuh. Aku ingin KAU selamatkan guru-guru, budayawan, dan seniman. Biar mereka mulai mengolah kembali pola pikir dan akhlak anak-anak yang akan tumbuh menjadi dewasa. Lebih baik KAU beri cobaan kepada kami dengan bencana yang sebenarnya, daripada KAU coba kami dengan bencana keimanan semacam ini. Tuhan, kalau revolusi benar-benar kau kehendaki, aku ingin pintaku tadi terpenuhi. Itu saja...

Tuhan, aku sudah mulai muak dengan keadaan semacam ini. Orang-orang yang mau berpikir malah di caci-maki, di beri sumpah serapah oleh orang yang merasa lebih tahu padahal tak tau diri. Aku sudah mulai melemah tak berdaya, aku sudah mulai linglung dengan keadaan otakku sekarang ini.Tuhan, saya hanya ingin orang-orang tahu dan saya sendiri juga  memahami bahwa; cara untuk menyampaikan kebaikan hanya bisa dilakukan dengan menjadi orang baik. Bukan sekedar berjanji namun di ingkari. Padahal bila ingin tidak berjanji juga butuh janji.Tuhan, aku ingin semua ini berakhir...

Oleh Amin Bagus P
Pantai Yogyakarta, 31 Desember 2011
Menjelang pergantian Tahun
Terima kasih telah membaca artikel: MANUSIA

Aku Harus Bagaimana?

0 komentar
kau bilang aku bodoh
tapi kau sendiri malah mencontohkannya
Kau bilang aku salah
tapi kau sendiri malah melakukannya
kau bilang aku kurang kerjaan
tapi kau sendiri suka nganggur tak karuan
kau bilang aku bangsat
tapi kau sendiri suka sesat

aku harus bagaimana

Kau bilang aku harus berfikir
aku berfikir, kau malah bilang kafir
kau bilang aku harus toleran
aku toleran, kau malah heran
kau bilang aku harus sabar
aku sabar, kau malah tak sadar
kau bilang aku harus patuh
aku patuh, kau malah bilang musuh

lalu aku harus bagaimana

ku ikuti kau, kau malah tak bergerak
ku lihat kau, kau malah bilang jangan hanya melihat
ku serahkan kau, kau malah bilang jangan diam saja
ku punya prinsip, kau malah bilang aku kaku

kau ini bagaimana

kau suruh aku damai, kau malah mengajak bertikai
kau suruh aku diam, kau tuduh aku apatis
kau suruh aku bicara, aku bicara malah kau kata-katai
kau suruh aku perang, aku perang kau malah pergi

Sebenarnya aku harus bagaimana
Atau kau yang sebenarnya bagaimana
Lalu sebenarnya kita harus bagaimana.

Kamar, 29 Desember 2011
 
 
Terima kasih telah membaca artikel: Aku Harus Bagaimana?

Kota Revolusi

0 komentar

Ada orang yang kelaparan dipojok
Ada anak yang miskin tak sekolah
Ada Penguasa yang takut
Ada Pengusaha yang menghalalkan apa saja
Ada penegak hukum yang menjual dirinya sendiri

Sesore tadi kalian jualan caci maki
Hanya ingin bertanya
"kalian mengayomi - melindungi
atau menghianati - menakuti"
banyak anak ketakutan
banyak anak kesakitan
banyak anak menerima kekerasan mental
di kupingnya mereka teriak
"Ibu kalian semua Lonthe,
sini... aku gagahi satu persatu"

(Seolah-olah tanpa kekerasan
sejarah tidak pernah ada
atau apakah kita tak ingin jadi pahlawan
yang dilupakan, mati karena revolusi)

Pernah suatu saat
di cerita pewayangan
sengkuni bermain curang dalam berjudi
yang membuat Yudistira kehilangan harga diri.
Kita lupa, segala jenis kebrengsekan itu
ujung-ujungnya kebangkrutan
Atau kita ingat bahwa
arjuna dan karna
yang sama anaknya dewi kunthi
harus berperang merebut harga diri

(Semuanya perang, tak ada kata damai
Kita lupa kalau kita bukan bhisma
yang tak bisa mati kecuali dirinya sendiri
yang menghendaki untuk mati.
Jangan pernah bertanya soal batasan
Batasan perang dan damai memang tak jelas
di negri ini)

Seolah-olah kalian yang salah
kalian di tuduh rusuh dan tak mau belajar
padahal dalam strategi perang
Pihak yang lebih memiliki kuasalah
yang akan menang.
seperti, Polisi di Bima
yang mengatakan
penembakan yang kami lakukan
sudah sesuai prosedur.
Hilang banyak nyawa.
Kita sering lupa.
ingat, kita bukan Bhisma.
Solo, 28 Desember 2011
Terima kasih telah membaca artikel: Kota Revolusi

Untuk Guruku Tercinta

0 komentar
Untuk guruku tercinta
Lama kita tak bertemu...
Apakah kau tetap sehat seperti dulu.
lalu, apakah kau sekarang juga belajar tentang
institusi pendidikan yang baru?
Sehingga pada murid-muridmu
pada pelajaran Bahasa Indonesia
kau bertanya tentang "Siapa nama-nama pemain Telenovela?"

Untuk guruku tercinta
Aku tetap ingin kau bertanya seperti dulu
Seperti saat kau bertanya kepadaku
tentang
"Siapa nama-nama penyair kita?"
Ku Jawab WS Rendra
hanya karena dia sering nongol di tivi
"Siapa nama-nama sastrawan kita?"
Ku jawab Putu Wijaya
hanya karena dia sering mendapat penghargaan di luar negri

Guruku tercinta
Kau pernah menyuruhku membuat puisi
Aku jawab tak bisa
Kau pernah menyuruhku membuat cerpen
Aku jawab tak ada untungnya

Aku rindu kepadamu...
tentang kau yang dulu berapi-api mengajarku
namun aku cuek
tentang kau yang dulu memotivasi
namun aku ejek
tentang kau yang dulu memberi
namun aku gengsi
tentang kau yang sedih
tapi aku jarang mengerti perasaanmu
guruku tercinta.

Guruku tercinta.
Kini ku tak seperti dulu, ternyata jawaban yang harus
ku jawab bukan hanya dua nama orang itu.

Untuk guruku tercinta...
Kutulis puisi ini dan membacanya
bersama angin lembah
di alam terkembang.
Untukmu...

Oleh Amin Bagus P
Kamar, 27 Desember 2011

Terima kasih telah membaca artikel: Untuk Guruku Tercinta

CERPEN "NGOMEL" (COP)

0 komentar
Dimalam-malam begini, patung-patung punokawan yang beberapa waktu yang lalu tak terbeli di warung karena harganya mahal tiba-tiba sukmanya datang ke kamarku. Pertama kali datang Petruk, lalu diikuti yang lain sebagainnya macam Bagong, Gareng, Semar, Bima dan Prabu Yudistira. Mereka datang susul menyusul. Nampaknya mereka ingin menemaniku yang sendirian di dalam kamar. Mereka ingin saling asah asih asuh antar sesama. Sebenarnya ini nampak seperti Bangsa lain yang sedang berkunjung ke bangsaku. Tapi aku sendiri bingung, kenapa mereka begitu. Apa hanya karena mereka tak terbeli. Maksud saya apa karena mereka sebenarnya ingin kebebasan. Mereka terkurung dalam kotak pedagang-pedagang itu. Waktu toko buka mereka dipajang di belakang. Waktu toko tutup mereka di simpan dalam kotak. Rasa-rasanya mereka sebenarnya kebosanan, kalau tidak berbuat apa-apa. Hidupnya nampak linier, statis, monoton. Hanya hal-hal itu saja yang dia lakoni.

Petruk datang lalu ngomel-ngomel.
"Aku kalau punya facebook aku pingin statusnya di like sama orang-orang yang benar-benar tulus. Maksudnya, yang tertulis itu memang benar-benar bermakna bagi orang-orang yang berkepentingan".

Disahut prabu Yudistira yang nampak muncul menembus pintu kamarku. "Bangsa kita yang sebenarnya hancur sudah. Kita bermigrasi ke bangsa Facebook, twitter dan sebagainya. Jadi silakan tertawa sepuasnya".Nampaknya akan benar-benar terjadi rapat dikamarku. Parabu Yudistira lah yang bakal memimpin rapat.

"Wah kalau begitu, bakal banyak kepalsuan kalau rakyat sudah mulai pergi ke Facebook atau Twitter, rakyat jadi makin pandai ngomong gombal" kata gareng sok tahu. Muncul dari genting lalu duduk bersila.

"Lho! Apa kamu tidak punya facebook atau twitter? Kamu kan suka mencitrakan siapa dirimu lewat status atau TL'mu. Kamu kan yang biasa diam-diam ngintip omongan orang-orang lalu diam-diam bilang cuiih." Kata Bima menolak omongan gareng yang tiba-tiba muncul dari bumi.
 
Bagong lalu bisik-bisik sama gareng dan petruk. "Coba kalau yang ngomong bukan Bima yang suka main kasar, sudah ku sumpal mulutnya sama sempakku. Aku ngerti dia juga punya Facebook dan Twitter. Apa bedanya sama kita?" Bagonglah yang tiba-tiba muncul bak pesulap saat beraksi.

"Begini saudara-saudara. Memang kita punya keyakinan, lalu kenapa kita harus marah bila orang lain sedang mengukuhi keyakinannya? Jangan-jangan kita pada posisi yang salah. Kita harus mencurigai pikiran kita sendiri sebelum mencurigai orang lain. Siapa tahu mereka sedang ada maksud baik." Kata semar mengakhiri. Lalu Rapat dikamarku pun bubar karena ada politikus bangsa yg sebenarnya yang mengacau menghina.

Aku yang keheran-heran atas kedatangan mereka, masih nampak takut dan keheran-heran. Padahal dipikiranku ada yang ingin aku sampaikan. Namun karena takut dan kaget, apa yang ingin kau sampaikan tak mampu ku sampaikan. Barangkali ini karena syaraf-syaraf setelah operasi otak yang ada dikepala aku pindah menjadi di dengkul masih ada syaraf yang keliru, masih ada syaraf yang salah sambung. Padahal jelas sekali aku memikirkan bahwa : Bila kita tak sabar mendengarkan atau membaca sampai selesai, bisa-bisa kita salah dalam mengambil kesimpulan. Yang seharusnya ada beberapa kalimat lagi sebagai penjelas, namun karena kita terlanjur merasa sudah bisa mengambil kesimpulan akhirnya kesimpulan yang kita dapat berbeda dengan yang sebenarnya. Dan sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa "Berapa banyak perang yang terjadi, hanya karena kesimpulan yang keliru".



*Oleh Amin Bagus Panuntun 
Kamar, 20 Desember 2011

Ternyata cukup susah juga membuat fiksi yang menceritakan orang-orang yang terlanjur mempunyai karakter. Bukan hanya karena ini kontemporer lalu kita dengan seenaknya menggantikan kearifan semar, kebijaksanaan Prabu yudistira atau kekuatan Bima. Inilah sebuah cerita fiksi yang saya buat karena iseng. Sebuah cerita wayang kontemporer. Contemporer of Puppet.


Terima kasih telah membaca artikel: CERPEN "NGOMEL" (COP)

@AMINKECIL Lakon "Perang Batarayudha" (COP)

0 komentar
Kemarin saya memang tidak ikut demo, Tapi saya duduk bareng sama intel-intel yang bertugas. Saya tidak ikut upacara (lih : demo) karena saya punya sikap bahwa Demo saya lihat sebagai onani. Maksud saya bila kita demo tanpa ada kekuatan besar, dan tidak menghasilkan apa-apa artinya wajah demo menjadi tidak sakral. Dan akibatnya demo bukan lagi kekuatan yang bisa merubah kesalahan orang lain atau dalam bentuk kebijakan karena orang itu menjadi mau intropeksi atau kebijakan itu dikoreksi karena sebuah penyadaran. Bahkan bisa jadi demo sudah tidak ada artinya lagi karena masyarakat keseluruhan tidak memberikan dukungan.

Namun bagi saya, kemarin melihat teman-teman aktivis yang sedang demo adalah bentuk perasaan simpatik saya kepada Sondang Hutagalung terlepas dia melakukan ironi yang konyol. Namun saya melihat sikap dia adalah mampu menyulut perang, sekaligus simbol peperangan. Dan peperangan yang sebenarnya baru akan dimulai saat kita semua mau mengorbankan diri sendiri dengan berbenah diri. Menganggap diri sendiri adalah musuh yang harus sekuat tenaga dilawan. Karena diri sendiri itulah yang membuat kita permisif terhadap kesalahan-kesalahan, kebrengsekan-kebrengsekan, yang dilakukan diri sendiri, orang lain maupun pemerintah sebagai hal yang biasa dilakukan.

Sehingga itu yang membuat kita lupa bahwa kesalahan adalah kesalahan, kebenaran adalah kebenaran. Bukan sebuah pengakuan salah benar yang bisa di plintir-plintir. Sehingga membuat kita semua menjadi acuh sekaligus membuat kita memahami antara kebenaran dan kesalahan sama saja dan biasa saja. Kita sendiri tidak sadar bila itu semua membuat kita kehilangan makna bahwa membiarkan kesalahan sama juga dengan melakukan kejahatan.

***

Dalam cerita wayang, Perang Baratayudha yang memang telah di ramalkan oleh para dewa dari kahyangan dan disetting oleh Kresna. Perang antara pihak Pandhawa dan Kurawa. Perang antara simbol kebaikan yang diperankan oleh pandawa dan simbol kejahatan yang di perankan oleh kurawa. Semua itu bisa disebut takdir yang diciptakan para dewa bahwa hidup ini hitam dan putih dan juga diberikan takdir bahwa dalam perang baratayudha pihak Pandawa lah yang akan memenangkan peperangan, itu artinya kebenaran akan selalu menang.

Namun barangkali karena Kurawa itu memang sudah ditakdirkan untuk kalah, akhirnya Kurawa akal-akalan melakukan gebrakan-gebrakan politik, gebrakan-gebrakan amoral sekaligus membodohkan pihak lain, gebrakan-gebrakan memiskinkan pihak lain dan gebrakan-gebrakan yang super akal-akalan, yang sebenarnya adalah bentuk ketakutan bahwa dirinya akan kalah. Oleh karena akal-akalan pihak Kurawa tersebut akhirnya kehidupan kita tidak lagi hitam dan putih saja. Namun ada yang abu-abu bahkan bisa merubah warnanya tergantung lingkungan.

Akal-akalan itulah yang membuat kita tidak sadar bahwa kita sudah dininabobokkan, kita sudah di peti es kan oleh pihak-pihak kurawa (kejahatan). Akhirnya kita jadi bodoh, suka ikut-ikutan karena tidak bisa berpikir. Apalagi yang lebih parah adalah kita merubah warna tergantung lingkungan atau bisa disebut mencla-mencle, plintat-plintut, munafik. Kita jadi suka bilang salah saat berada di pihak yang salah, kita suka bilang benar saat berada di pihak yang benar. Kita jadi suka membiarkan tubuh kita digerakkan oleh sesuatu yang sebenarnya tidak bertanggung jawab dari dalam diri kita yaitu kepentingan dan hawa nafsu.

GORO-GORO

Kita bisa lihat, akal-akalan itu membuat kita merasakan jikalau antara kebenaran dan kesalahan itu berdamai. Asal ada uang kebenaran bisa terbeli. Yang salah bisa jadi benar karena hukum dapat dibeli oleh siapa saja. Keadilan bisa di tidak adilkan oleh kekuasaan yang menindas, Suara bisa dibeli dengan uang karena mereka butuh, dan tak ada suara bila uang juga tidak ada. Seseorang yang benar bisa disalahkan karena fitnah diobral macam diskon akhir tahun, koruptor dibebaskan, aktivis Hak Asasi Manusia dibunuh karena dianggap membahayakan, Presiden banyak aksi tipu-tipu namun dikemas dengan cara baru, dll. Bila kita tahu perdamaian antara kebenaran dan kesalahan yang dibuat-buat akan selalu menyakitkan.

Namun karena otak kita yang seharusnya bisa kita cuci biar bersih ini tidak kita ijinkan untuk dicuci. Karena bila otak kita bersih malah dikira kita gila, kita sok alim, kita sok suci, kita sok bersih. Karena kepalsuan itu memang kita pupuk sendiri menjadi suatu budaya yang mencemari budaya yang lainnya.

Saya sendiri menginginkan kalau perang Baratayudha itu benar-benar terjadi di kehidupan nyata kita. Sehingga pihak dari simbol kebaikan itu menang. Tidak ada lagi kepalsuan, kemunafikan, korupsi, plintat-plintut, kebodohan, kecurangan, kesombongan, sikap sok kuasa, kedengkian, kepelitan, kebrengsekan, dan sifat atau sikap-sikap yang mewakili kejahatan lainnya bisa kalah. Dia bisa hilang karena kita melawannya. Dan kita bisa sadar kalau musuh terbesar kita adalah diri sendiri.

Oleh karena itu kita selalu melakukan perang Baratayudha pada diri kita sendiri. Yang merasa masih bodoh kita lawan dengan belajar, yang masih tidak jujur kita lawan dengan melakukan kejujuran, dan lain sebagainya. Agar kehidupan kita di sini menjadi benar-benar terjamin. Dan Negara sekaligus bangsa ini bisa maju. 

Oleh Amin Bagus Panuntun 
Kamar, 9 dan 10 Desember 2011
9   Desember = Hari Anti Korupsi Sedunia
10 Desember = Hari Hak Asasi Manusia

 


 Contemporer of Puppet


Terima kasih telah membaca artikel: @AMINKECIL Lakon "Perang Batarayudha" (COP)