Ibu Seperti Bunga Mawar

Keluarga selalu ada menjaga manusia-manusia yang ada di dalamnya. Seorang anak sedang berpikir tentang dirinya sendiri, tentang pilihan yang ingin dia pilih. Lihat saja, aku azizah sedang gamang menentukan sebuah warna pensil untuk mewarnai mawar yang ada di buku. Azizah teriak, "Ayaaaaaahh,, bunga mawar itu warnanya apa?". Ayahnya terlalu sibuk membaca di teras depan. dia teriak lagi, "Ayaaaaaaahh, ayah dimana?". Karena kesal anak kecil yang giginya banyak yang hilang karena keseringan makan coklat dan begitu lucu saat dia nyengir itu berdiri dan mencari ayahnya, Ayah dimana? Azizah mau tanya sama ayah. akhirnya dia pergi ke teras yang sebelumnya dia pergi ke kamar ayahnya ternyata tidak ada.
Setelah menghadap ayah, Azizah menanyakan lagi soal pilihan yang tadi membuatnya bingung. "Ayah, bunga mawar itu warnanya apa?". Ayahnya tetap saja sibuk membaca koran yang sudah beberapa hari dibeli namun belum sempat dibaca. Sebenarnya ayah masih tidak sadar dengan pertanyaan Azizah, Ayah hanya menjawab "warna putih". Azizah kegirangan, dan mengingat-ingat bahwa bunga mmawar itu warnanya putih.
Dia langsung berlari ke meja belajarnya meneruskan pekerjaannya mewarnai yang sempat tertunda karena ketidak tahuannya. Dengan wajah gembira dia mencari pensil warna putih, dideretan paling samping dia menemukannya lalu mengambilnya dan siap-siap untuk menggoreskannya ke gambar.
Saat digoreskan, Azizah merasa kecewa. Karena kertas warna putih dengan pensil warna putih tidak akan membuat bunga mawar itu bewarna seperti yang dia bayangkan.

Lalu dia berpikir kalau, ah, aku belum menggunakan warna hitam dari tadi. Akan ku coba warna hitam saja. Dia pun menumpuk warna putih dengan warna hitam pekat bunga mawar itu. Dia terlihat murung, ternyata warna pilihannya tidak begitu menarik untuk dilihat. Dia juga tidak mau bertanya lagi soal warna kepada ayah, karena dia yakin, ayah pasti akan tertawa kalau mawar yang tadi dibilang putih tiba-tiba diwarnai hitam olehnya.

Tahu-tahu pintu kamarnya terbuka, ternyata Ibunya yang membuka pintu. Azizah langsung bertanya. Ibu mawar itu warnanya apa? kok gambarku tidak menarik?

Ibunya dengan senyum yang damai lalu bilang "mana dhek gambarmu?", Ini bu...
Ibunya tanpa bilang apa-apa lalu digandenglah tangan Azizah pergi keluar rumah. Wajah Azizah dengan kebingungannya yang membuat semakin menggemaskan lalu bertanya. Ibu, kita mau kemana? Ayo ke rumah Pak nasir, Pak nasir ustadz itu bu?, Ibunya menjawab, "Iya".
Sambil berjalan digandeng ibunya Azizah bernyanyi "Kasih ibu, kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai kan surya yang menyinari dunia". Ibunya tersenyum dan dalam batinnya berharap esok dia akan jadi orang yang berguna.

Setelah berjalan cukup lama kerumah ustadz nasir. Azizah, lihat itu. Itu namanya bunga mawar. Azizah langsung protes, Kok warnanya merah bu? kata ayah bunga mawar itu warnanya putih. Ibu lalu memberikan pengertian kalau selain merah bunga mawar ada yang warnanya putih. Azizah nyengir, tetap saja tampak lucu.
Ibu ayo kita lihat dari dekat. Saat berada di dekatnya Azizah benar-benar memperhatikan bunga itu, lalu dia melihat wajah Ibunya dengan tersenyum tanda dia berterima kasih kepada ibunya yang telah menunjukkan bunga mawar yang indah ini. Ibunya lalu tersenyum...

Istri ustadz nasir pun keluar rumah membuka pintu rumah, entah berniat untuk apa, barangkali memang sengaja mau menyiram bunga-bunga mawarnya di pekarangan samping rumah. Ibu Azizah lalu menyapa dan berbincang-bincang dengan istri ustadz nasir, meninggalkan Azizah sendirian melihat mawar itu.

Seperti disihir oleh mantra mawar itu. Tiba-tiba saja tangan Azizah menyentuh batang mawar itu, tanda ingin memiliki. Azizah sepontan langsung menjerit kesakitan dan mematahkan tangkai mawar itu karena jarinya tertusuk duri. Ibunya dan istri ustadz nasir langsung menghampiri Azizah dan melihat mawar itu. Azizah nakal, kenapa mawar itu kamu rusak? Itu milik Ibu nasir. Ibunya yang mengerti kalau mawar itu kesayangan Ibu nasir langsung meminta maaf atas ulah anaknya. Azizah merasa bersalah dan juga ikud minta maaf kepada Ibu nasir. "Maaf ibu, Azizah tidak sengaja" dengan wajah memelas tetap saja menggemaskan Ibu nasir lalu memafkannya.

Diajaklah Azizah pulang oleh ibunya, dan ibunya hanya diam jengkel kepada azizah, karena mengetahui kalau bu nasir pasti kecewa mawar kesayangannya dirusak oleh anaknya. Dan Azizah pun dalam perjalanan pulang dengan digandeng ibunya menundukkan kepala tanda dia menyesal. Dalam batin dia menyesal, kenapa tadi dia sangat ingin memiliki mawar itu. Tapi memang, mawar itu benar-benar indah.

Sampai dirumah, dengan kasih sayang Azizah ditanya oleh ibunya, kenapa Azizah tadi mematahkan tangkai mawar kesayangan ibu nasir, dengan sedikit ketakutan Azizah menjawab kalau dia tadi ingin memilikinya dan  ingin mencabut mawar itu untuk ditanam dirumah. Sebagai penghias rumah.
namun karena ketidak tahuan Azizah, Azizah kena duri. dan tidak sengaja tangkai itu patah oleh kekagetan Azizah karena kesakitan. Mana, sakitmu Ibu obati, penuh perhatian dan perlindungan.

Ibunya tersenyum paham dan memberikan pengertian kepada Azizah. "Azizah, maaf ibu tadi memarahimu. karena Ibu tidak mengerti kenapa kamu berbuat begitu, mematahkan tangkai mawar itu. Azizah, jangan sekali-kali lagi kamu mematahkan tangkai mawar, karena bila kamu mematahkan tangkai mawar berarti kamu telah mematikan kehidupan". Azizah mengangguk paham dan merasa begitu damai lagi dengan Ibunya. Lalu Azizah pergi ke kamarnya dan membereskan gambarnya tadi, namun tidak meneruskan mewarnainya, dia simpan di dalam lemari, karena menurutnya bunga mawar itu begitu indah, menyihir orang yang melihatnya. Memantulkan cahaya kedamaian didalam batin terhadap siapa saja yang melihatnya. Seperti cahaya yang tidak memilih-milih tempat yang dia terangi ...

Dari saat itu Azizah mulai tumbuh dewasa dengan ingatan bahwa bunga mawar adalah tanda kedamaian terhadap orang yang melihatnya. Tanpa tahu bahwa gambar mawarnya yang ada di dalam lemari bulum sempat diselesaikan. Azizah dewasa dengan wajah dan perangai yang begitu menarik. banyak teman-teman yang menyukainya, karena dalam jiwanya masih tertanam kata-kata ibunya bahwa "jangan kita mematahkan tangkai mawar, karena sama saja kita telah membunuh kehidupan". Dia memahami pengertian yang diberikan Ibunya sebagai sikapnya kepada teman-temannya. Bahwa dia tidak akan menyakiti temanya seperti mematahkan tangkai mawar. Sehingga itu jawaban kenapa dia memiliki banyak teman yang begitu baik kepadanya selain karena wajahnya yang menarik. Azizah tetap saja menggemaskan..

Setelah dia menginjakkan kakinya di dunia perkuliahan, dan lama tidak bertemu dengan ibunya. Lama tidak mencium tangan ibunya dan memeluknya. Karena Azizah telah merantau ke luar pulau untuk sekolah, meninggalkan kedamaian keluarganya. Lama tidak bercanda dengan ibu dan Ayahnya serta Adiknya, adiknya yang lahir saat azizah umur 12 tahun. Lama tidak memberikan senyumnya yang menarik terhadap keluarganya. Akhirnya ada rasa rindu yang seolah-olah akan meledak. Dia ingin saat liburan Semester pulang dari Jawa menuju ke kampungnya, Makasar. Pada liburan semester setelah dia mengumpulkan uang kehidupannya di perantauan untuk kembali mengobati rasa rindu kepada keluarganya, terutama pada ibunya yang telah mengajarkan pengertian-pengertian dalam hidup untuk berkasih sayang, bekerja keras, dan melindungi keluarganya.

Setelah dia pulang ke rumah, mata Ibu berkaca-kaca saat melihat anaknya pulang secara tiba-tiba setelah dua Tahun tidak bertemu, tidak seperti keadaan biasanya saat diakhiri dengan mendaftar kuliah di Jawa. Meluaplah segala kerinduan itu. Dipeluk, dicium, dipeluk, dicium, mencium ayahnya, adiknya, dan membawakan oleh-oleh untuknya.

Berjalanlah kehidupanya dengan keluarganya yang begitu damai selama beberapa hari. dan tidak dia lewatkan untuk bercengkrama dengan keluarganya. Terutama ibunya yang telah selalu memberikan pengertian dalam hidup untuk anak-anaknya, terutama dirinya.

Tibalah masa-masa akan masuk kuliah lagi, akhir dari liburan. Azizah tiba-tiba teringat dengan Perpisahan. Memang, segala jenis perpisahan tidak ada yang mengenakkan, apalagi berpisah dengan keluarganya yang indah, terutama Ibunya. Masa-masa itu, tepatnya 3 hari sebelum Azizah kembali ke Jawa. Azizah mencoba mengingat-ingat segala jenis keromantisan keluarga yang pernah dialami. Segalanya.. Coba kalian lakukan itu, pasti akan mengalir air mata yang entah dari mana datangnya... Sampi dia teringat dengan masa dimana dia mewarnai bunga mawar! Ya. Azizah ingat.

Lalu dengan wajah serius, dia bangun dari rebahannya di kamar, membuka pintu almari dan mencari-cari gambarannya dulu.

Tibalah saat perpisahan yang membencikan itu, berpisah dengan keluarga terutama ibunya. di pekarangan rumah Azizah berpamit untuk pergi ke jawa. meneruskan apa yang nentinya menjadi awal kebanggaan ibunya, menjadi seorang Dokter!


Dengan isak tangis, detik-detik kepergiannya merantau kembali. Di keluarkanlah gambar itu, gambar yang belum sempat selesai warnanya. Gambar yang menjadi awal segala jenis pengertian-pengertian selanjutnya dalam memahami hidup. bahwa hidup harus berkasih sayang terhadap semuanya, termasuk pada tumbuhan sekalipun. Itu semua didapat dari ibunya..

Mawar itu diwarnainya dengan warna merah. Tanda penuh keberanian, tanda penuh semangat kejujuran, tanda penuh pengorbanan. Hadiah untuk keluarganya, terutama ibunya.


(Rumah, 21 Desember 2010. Untuk hari Ibu, Ibu nomor satu di dunia)


Terima kasih telah membaca artikel: Ibu Seperti Bunga Mawar

0 komentar:

Posting Komentar