Cerpen "Sepakbolaisme" #INDONESyalala

Boi enak benar kau lihatnya, menang mana nanti? Oiya boi, sudah beli kostumnya? Pusing aku boi, anakku minta dibelikan, mana nyarinya susah. Setelah ketemu aku juga ikut beli walau duit dapet dari utang. Ah, kau boi. kenapa belum beli, cacat nasionalisme kau. Boi, Cantik juga tu yang bawakan berita. Mau aku kalau aku jadi bini keduaku. Wah boi, serius kau liat berita semua canel tentang bola semua boi. Ikut lihat aku boi, kasih tempat aku.

Boi, ayo ikut do’a boi. Masa kita kalah sama santri itu, mereka saja khusuk mendoakan dengan istigosah kok. Kita harus mengadakan do’a bareng nanti di masjid setelah sholat, biarlah aku nanti datang jama’ah dan mengajak agar orang-orang datang jama’ah juga. Masjid biar jadi ramai ntar, Tuhan biar juga senang karna banyak yang datang.

Ah, kau boi, dari tadi diam saja. Jawab omonganku niii, sampai berbusa saja ni mulut.  “lihat ni berita, menarik. Kau punya duit mau kau buat untuk beli tiket ga? Itu kita liat di sana, pasti menarik. Aku ingat itu saat dulu nonton di stadion, walaupun lagunya cucak rowo tapi seperti nyanyi Indonesia raya setelah baru saja menang perang dengan penjajah, begitu khidmat, penuh patriotisme”. Hahahaha, bener kau boi. Aku juga ingat itu, tapi kalau beli tiket saja susahnya minta ampun dan sering ricuh gini mending duitku aku belikan tivi boi, atau buat sewa layar tancep. Itu pun aku bisa sesak napas desakan begitu, oksigen saja sudah terkontaminasi mobil-mobil macet di jalan begitu, sekarang oksigen local bisa bingung mau masuk hidung siapa, jangan-jangan oksigen ga suka dengan orang macam aku, ga punya duit buat makan bini ama anak. Belum lagi aku pingsan di situ, di injak-injak trus mati. Hahahaha, bayangin saja aku ga mampu.

“Ini, mau dikasih rumah semua pemainnya.  Andai kita jadi pemain, uang melimpah ruah, rumah bisa aku jual buat pulang kampung. Sayang aku ga jadi pemain, nendang bola ke depan saja arahnya jadi kebelakang. Ah, ngawur. Si bakri hebat juga mau beri semua pemain duit. Hahahah, padahal yang ada di lapindo sana masih pada ngungsi melawan penderitaan, macam jadi orang bangkrut saja, ga punya rumah lagi, kompor, kulkas, tivi buat liat besok Indonesia main di final. Semua disita sama lumpur yang amat rakus seperti politisi-politisi yang mengaku-ngaku pahlawan kemenangan akhir-akhir ini. Bak muka cabul saja orang-orang itu seperti sedang berada di kandang perawan. Semua ingin di miliki dan dicicipi”. Hahahahaha… bahasa kau boi, kayak anggota dewan yang terhormat saja, yang dibagi-bagi kupon gratis nonton orang gugup karena mendapat pengharapan yang terlampau besar.

Boi, enak juga ya jadi orang yang punya nomor 17 itu, yang namanya seperti nama tetangga kita, mbah dim. Lihat boi, cewe-cewe pada nge’fans, dari anak muda yang cantik-cantik sampai yang udah uzur.  Bini ku juga ngefans minta ampun kalau lihat dia, kalau ada dia nongol di tivi ni, lupa sama aku dan lupa nyusuin anak. Tuing-tuing ni kepala jadinya. “hahahaha, nampaknya kita juga harus jadi idola juga, ga jelek-jelek amat ni muka. Tapi jadi apa ya, gimana kalau jadi orang yang bisa menjebloskan para koruptor saja, biar ga bangkrut ni Negara. Pasti muka kita bakal di pajang di tivi dan Koran-koran, atau bahkan di acara gossip. Mantab kan, kalau itu benar terjadi. Tapi sayang kau Cuma kuli bangunan, dan aku anak SMA yang sering nunggak bayar SPP. Kalau kau meninggalkan kerja sehari saja sehari juga ga dapat ngisi perut. Bisa makan angin nanti. Ga seperti dokter boyke yang kata infotement mau pergi ke Malaysia buat nonton final, punya duit banyak dia, bisa beli aftur pesawat buat senang-senang”.

Eh, tapi gimana ya nasib pasiennya? Padahal banyak pasien yang pada pingin besarin kelamin dan konsultasi gaya terbaru buat acara puas-puasan. Jadi kepingin ntar malem sama bini, kita mesra-mesraan lagi.

“Enak kau, udah punya bini. Aku ni masih SMA, mana bisa kepakai ni tatat”. Omongan kau boi, bilang tatat kepakai. Hahahahaha, sabar boi. Tunggu umur, jangan kau sikat gadis-gadis duluan sebelum kawin.

Boi, Katanya bener apa yang suporter Malaysia pada curang-curang minta ampun, masuk bawa senjata lessor.

“laser”

Lessor!

“laser”.

Lesor! Ah, apalah namanya. Kasian yang pada main, konsentrasinya terganggu. Bangsat memang mereka, sudah sering menjarah pulau kita, ngaku-ngaku inilah-itu lah, siksa TKW kita, ah mual aku dengarnya. Tapi kenapa mereka culas ya boi, apa kita yang gampang di gobloki sama mereka? Tak tau aku. Ah Boi, sekolahlah kau yang pandai, biar besok jadi pemimpin yang hebat, biar besok Negara ini makmur adil sejahtera, semua kebutuhan murah-murah dan biar jadi bangsa yang dihormati bangsa lain serta biar punya moral yang baik bukan moral tai kucing, jangan ada lagi penjarahan dan tipu-menipu antar bangsa. Jadi bangsa yang hebat lah pokoknya, ga ada yang berani menjajah kita secara fisik dan non fisik. Apalagi dijajah oleh orang bangsa sendiri. Bajingan tengik mereka itu boi.

Moga saja boi, Indonesia bisa menang, dan nasionalisme tidak jadi salah kaprah. Tidak lagi ada penjarahan tiket, maki-makian, bentrok. Tidak ada lagi fanatisme dan ekspektasi yang berlebihan, agama dibuat menjadi kerdil dan tidak bernilai lagi. Dan tidak ada lagi yang namanya politik tai kucing.

“hebat juga kau ngomong, ga ngerti aku apa yang kau ucap. Yang jelas jangan sampai yang kita lakukan sia-sia, menang kalah jadi sama saja, yang didapat hanya abu. Karena banyak ulah-ulah yang tidak rasional dan biadab. Besok aku dukung Indonesia sepenuhnya, biarlah aku disini sikap nasionalismeku aku tunjukkan dengan mendukungnya dan berbangga hati dengan semangat garuda Indonesia. Dan dengan belajar giat, bekerja keras, dan berdo’a sungguh. Untuk Indonesia yang lebih baik”.

Nasionalisme = Keluargaisme, sepakbolaisme, hukumisme, politikisme, pendidikanisme.

(Rumah, 26 Desember 2010)
Terima kasih telah membaca artikel: Cerpen "Sepakbolaisme" #INDONESyalala

0 komentar:

Posting Komentar