Boi enak benar kau lihatnya, menang mana nanti? Oiya boi, sudah beli
kostumnya? Pusing aku boi, anakku minta dibelikan, mana nyarinya susah.
Setelah ketemu aku juga ikut beli walau duit dapet dari utang. Ah, kau
boi. kenapa belum beli, cacat nasionalisme kau. Boi, Cantik juga tu yang
bawakan berita. Mau aku kalau aku jadi bini keduaku. Wah boi, serius
kau liat berita semua canel tentang bola semua boi. Ikut lihat aku boi,
kasih tempat aku.
Boi, ayo ikut do’a boi. Masa kita kalah
sama santri itu, mereka saja khusuk mendoakan dengan istigosah kok. Kita
harus mengadakan do’a bareng nanti di masjid setelah sholat, biarlah
aku nanti datang jama’ah dan mengajak agar orang-orang datang jama’ah
juga. Masjid biar jadi ramai ntar, Tuhan biar juga senang karna banyak
yang datang.
Ah, kau boi, dari tadi diam saja. Jawab
omonganku niii, sampai berbusa saja ni mulut. “lihat ni berita,
menarik. Kau punya duit mau kau buat untuk beli tiket ga? Itu kita liat
di sana, pasti menarik. Aku ingat itu saat dulu nonton di stadion,
walaupun lagunya cucak rowo tapi seperti nyanyi Indonesia raya setelah
baru saja menang perang dengan penjajah, begitu khidmat, penuh
patriotisme”. Hahahaha, bener kau boi. Aku juga ingat itu, tapi kalau
beli tiket saja susahnya minta ampun dan sering ricuh gini mending
duitku aku belikan tivi boi, atau buat sewa layar tancep. Itu pun aku
bisa sesak napas desakan begitu, oksigen saja sudah terkontaminasi
mobil-mobil macet di jalan begitu, sekarang oksigen local bisa bingung
mau masuk hidung siapa, jangan-jangan oksigen ga suka dengan orang macam
aku, ga punya duit buat makan bini ama anak. Belum lagi aku pingsan di
situ, di injak-injak trus mati. Hahahaha, bayangin saja aku ga mampu.
“Ini,
mau dikasih rumah semua pemainnya. Andai kita jadi pemain, uang
melimpah ruah, rumah bisa aku jual buat pulang kampung. Sayang aku ga
jadi pemain, nendang bola ke depan saja arahnya jadi kebelakang. Ah,
ngawur. Si bakri hebat juga mau beri semua pemain duit. Hahahah, padahal
yang ada di lapindo sana masih pada ngungsi melawan penderitaan, macam
jadi orang bangkrut saja, ga punya rumah lagi, kompor, kulkas, tivi buat
liat besok Indonesia main di final. Semua disita sama lumpur yang amat
rakus seperti politisi-politisi yang mengaku-ngaku pahlawan kemenangan
akhir-akhir ini. Bak muka cabul saja orang-orang itu seperti sedang
berada di kandang perawan. Semua ingin di miliki dan dicicipi”.
Hahahahaha… bahasa kau boi, kayak anggota dewan yang terhormat saja,
yang dibagi-bagi kupon gratis nonton orang gugup karena mendapat
pengharapan yang terlampau besar.
Boi, enak juga ya jadi
orang yang punya nomor 17 itu, yang namanya seperti nama tetangga kita,
mbah dim. Lihat boi, cewe-cewe pada nge’fans, dari anak muda yang
cantik-cantik sampai yang udah uzur. Bini ku juga ngefans minta ampun
kalau lihat dia, kalau ada dia nongol di tivi ni, lupa sama aku dan lupa
nyusuin anak. Tuing-tuing ni kepala jadinya. “hahahaha, nampaknya kita
juga harus jadi idola juga, ga jelek-jelek amat ni muka. Tapi jadi apa
ya, gimana kalau jadi orang yang bisa menjebloskan para koruptor saja,
biar ga bangkrut ni Negara. Pasti muka kita bakal di pajang di tivi dan
Koran-koran, atau bahkan di acara gossip. Mantab kan, kalau itu benar
terjadi. Tapi sayang kau Cuma kuli bangunan, dan aku anak SMA yang
sering nunggak bayar SPP. Kalau kau meninggalkan kerja sehari saja
sehari juga ga dapat ngisi perut. Bisa makan angin nanti. Ga seperti
dokter boyke yang kata infotement mau pergi ke Malaysia buat nonton
final, punya duit banyak dia, bisa beli aftur pesawat buat
senang-senang”.
Eh, tapi gimana ya nasib pasiennya?
Padahal banyak pasien yang pada pingin besarin kelamin dan konsultasi
gaya terbaru buat acara puas-puasan. Jadi kepingin ntar malem sama bini,
kita mesra-mesraan lagi.
“Enak kau, udah punya bini. Aku
ni masih SMA, mana bisa kepakai ni tatat”. Omongan kau boi, bilang tatat
kepakai. Hahahahaha, sabar boi. Tunggu umur, jangan kau sikat
gadis-gadis duluan sebelum kawin.
Boi, Katanya bener apa
yang suporter Malaysia pada curang-curang minta ampun, masuk bawa
senjata lessor.
“laser”
Lessor!
“laser”.
Lesor!
Ah, apalah namanya. Kasian yang pada main, konsentrasinya terganggu.
Bangsat memang mereka, sudah sering menjarah pulau kita, ngaku-ngaku
inilah-itu lah, siksa TKW kita, ah mual aku dengarnya. Tapi kenapa
mereka culas ya boi, apa kita yang gampang di gobloki sama mereka? Tak
tau aku. Ah Boi, sekolahlah kau yang pandai, biar besok jadi pemimpin
yang hebat, biar besok Negara ini makmur adil sejahtera, semua kebutuhan
murah-murah dan biar jadi bangsa yang dihormati bangsa lain serta biar
punya moral yang baik bukan moral tai kucing, jangan ada lagi penjarahan
dan tipu-menipu antar bangsa. Jadi bangsa yang hebat lah pokoknya, ga
ada yang berani menjajah kita secara fisik dan non fisik. Apalagi
dijajah oleh orang bangsa sendiri. Bajingan tengik mereka itu boi.
Moga
saja boi, Indonesia bisa menang, dan nasionalisme tidak jadi salah
kaprah. Tidak lagi ada penjarahan tiket, maki-makian, bentrok. Tidak ada
lagi fanatisme dan ekspektasi yang berlebihan, agama dibuat menjadi
kerdil dan tidak bernilai lagi. Dan tidak ada lagi yang namanya politik
tai kucing.
“hebat juga kau ngomong, ga ngerti aku apa
yang kau ucap. Yang jelas jangan sampai yang kita lakukan sia-sia,
menang kalah jadi sama saja, yang didapat hanya abu. Karena banyak
ulah-ulah yang tidak rasional dan biadab. Besok aku dukung Indonesia
sepenuhnya, biarlah aku disini sikap nasionalismeku aku tunjukkan dengan
mendukungnya dan berbangga hati dengan semangat garuda Indonesia. Dan
dengan belajar giat, bekerja keras, dan berdo’a sungguh. Untuk Indonesia
yang lebih baik”.
Nasionalisme = Keluargaisme,
sepakbolaisme, hukumisme, politikisme, pendidikanisme.
(Rumah,
26 Desember 2010)
Terima kasih telah membaca artikel: Cerpen "Sepakbolaisme" #INDONESyalala



0 komentar:
Posting Komentar