Cerpen "SETAN"

0 komentar
He, kamu itu sebenarnya sudah mati atau belum? kok bisa muncul tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba?

“Ya, aku sudah mati”. Berarti kamu seorang setan? “ya, aku setan. Tapi aku bukan orang, setan bukan lagi seorang, setan tetap saja setan, tidak punya kebebasan untuk jadi orang baik atau jadi pecundang. Apa kamu takut dengan aku?”

Aku tidak takut, kenapa kau mati?

“Aku mati karena dibunuh, aku pingin curhat sama kamu, apa boleh?”

Boleh.

“Kasian istriku, dia sekarang harus menghidupi dirinya sendiri. Untung dulu kita belum dikaruniai anak. Bila sudah, matiah dia. Harus menghidupi anakku sendirian. Padahal di kita berada di tempat yang kejam seperti ini. Yang membuat orang baik menjadi orang jahat. Aku dulu orang kaya, namun kekayaanku aku dapat dari mencuri uang orang banyak. Aku seorang penguasa bagian urusan duit. Seenaknya saja aku bisa ganti-ganti angka dan main serong san-sini agar uang itu mengucur keperutku. Tapi sekarang semua itu malah menjadi laknat. Aku di penjarakan oleh orang baik. Dia berbicara tentang kebenaran, tanpa pikikir panjang walaupun aku atasannya. Yang bisa saja memecat dia setiap saat. Lalu sewaktu aku dipenjara, aku begitu dendam dengan orang bangsat itu, dia mengambil semua kesenanganku di dunia. Kalau kau tau dia itu sebenarnya hanya seorang cleaning service yang tidak sengaja melihat dokumen tentang kejahatanku. Dia telah merebut kebahagiaan istriku. Aku bunuh saja dia dengan membayar pembunuh bayaran dengan uang sisa nyolongku yang sudah terpakai untuk ganti rugi. Tapi sekarang aku menyesal dengan apa yang aku lakukan, akhirnya juga nasibku sama seperti dia, sama-sama mati. Aku membusuk di penjara.”

Apa kita bisa kenalan?

“Bisa, siapa namamu?”

Namaku didik. Namamu?

“Namaku SETAN”.

Namamu setan? Apa kau tidak punya nama yang lebih baik? Namamu di dunia siapa?

“Setan”.

Dasar setan, dimana-mana kelakuanmu seperti setan.

“Nama ini pemberian malaikat kubur, aku tidak bisa mengubah namaku. Karena aku dari dulu, dari masih menjadi manusia, sikapku sudah seperti setan. Makanya bukan sebuah bencana sekarang namaku juga setan”.

Setan, bagaimana rasanya mati? Apakah sakit? Ak takut dengan kematian.

“Rasa mati amat sangat sakit, sebelum mati aku selalu di kejar-kejar rasa menyesal. Aku di maki-maki banyak orang, istriku juga sering menangis karena mendapat beban berat serta dikucilkan, perasaanku seprti tercabik-cabik tidak karuan. Seperti perasaan dendam yang tidak tersalurkan. Sakit seluruh tubuh, tersiksa, dan begitu menderita. Sampai tidak enak untuk makan, perut kosong dan lama-lama membusuk”.

Kenapa kau tidak seperti para koruptor yang hidup enak di penjara seperti yang dikabarkan di media-media?

“Di negriku, duitku habis untuk membayar ganti rugi kerugian Rakyat.”

Memangnya dimana negaramu, apakah kau tidak tinggal di Indonesia?

“iya, aku tidak tinggal di Indonesia. Aku tingal di negri yang punya moral tinggi, tidak seperti di Indonesia. Dulu aku sering dengar kabar dari internet kalau Indonesia itu Negara bobrok, penuh dengan orang-orang yang menipu diri seperti aku ini.”

Setan, apa kamu bertemu dengan orang yang kamu bunuh itu di dunia setan sana?

“Aku bertemu, itu juga yang aku sesali. Hidup dia di duniaku sangat enak, dia dijadikan malaikat karena kebaikannya. Dia biasa tersenyum renyah dan bahagia, karena banyak sekali yang mendoakannya. Dan karena memang dia orang baik. Bukan koruptor seperti aku ini waktu di dunia. Tidak seperti aku, harus bekerja keras hidup di jiwa manusia, untuk mengajak mereka menjadi setan, agar mereka bersikap seperti setan. Aku tidak bisa tersenyum seperti dia, yang bisa aku lakukan hanya tertawa licik. Sungguh tidak mengenakkan. Aku tidak bisa hidup merdeka di sini, tidak seperti dia. Walaupun dulu dia bawahanku yang kapan saja bisa aku pecat.”

Menakutkan sekali kematian itu. Sepertia apa yang aku takutkan. Aku tidak mau menjadi setan seperti kamu.

“kamu jangan takut dengan kematian. Kematian itu adalah kemerdekaan. Ada sisi baik dari kematian, asalkan kamu mau menjadi orang baik seperti dia. Dia selalu berbicara tentang kebenaran, mempunyai moral yang baik, selalu tunduk dengan Tuhannya, selalu mengasihi apa yang dia temui, selalu mencari ilmu walaupun dia hanya seorang cleaning service (ah peduli setan dengan status cleaning service), dan menggunakannya untuk kebaikan, selalu. Dan dia selalu menasehati dalam kebaikan, selalu bersedekah, ingat, bersedekah, pokoknya segala kebaikan ada dalam dirinya. Namun boleh kamu takut bila kamu menjadi setan dunia, koruptor seperti aku, culas merugikan orang lain, haram, terkutuk, bangsat, matipun tersiksa. Mendapatkan sisi buruk dari kematian karena pilihanku sendiri”.

(Kampus solo, 28 Desember 2010. Saat-saat berantakan)
Terima kasih telah membaca artikel: Cerpen "SETAN"

Cerpen "Sepakbolaisme" #INDONESyalala

0 komentar
Boi enak benar kau lihatnya, menang mana nanti? Oiya boi, sudah beli kostumnya? Pusing aku boi, anakku minta dibelikan, mana nyarinya susah. Setelah ketemu aku juga ikut beli walau duit dapet dari utang. Ah, kau boi. kenapa belum beli, cacat nasionalisme kau. Boi, Cantik juga tu yang bawakan berita. Mau aku kalau aku jadi bini keduaku. Wah boi, serius kau liat berita semua canel tentang bola semua boi. Ikut lihat aku boi, kasih tempat aku.

Boi, ayo ikut do’a boi. Masa kita kalah sama santri itu, mereka saja khusuk mendoakan dengan istigosah kok. Kita harus mengadakan do’a bareng nanti di masjid setelah sholat, biarlah aku nanti datang jama’ah dan mengajak agar orang-orang datang jama’ah juga. Masjid biar jadi ramai ntar, Tuhan biar juga senang karna banyak yang datang.

Ah, kau boi, dari tadi diam saja. Jawab omonganku niii, sampai berbusa saja ni mulut.  “lihat ni berita, menarik. Kau punya duit mau kau buat untuk beli tiket ga? Itu kita liat di sana, pasti menarik. Aku ingat itu saat dulu nonton di stadion, walaupun lagunya cucak rowo tapi seperti nyanyi Indonesia raya setelah baru saja menang perang dengan penjajah, begitu khidmat, penuh patriotisme”. Hahahaha, bener kau boi. Aku juga ingat itu, tapi kalau beli tiket saja susahnya minta ampun dan sering ricuh gini mending duitku aku belikan tivi boi, atau buat sewa layar tancep. Itu pun aku bisa sesak napas desakan begitu, oksigen saja sudah terkontaminasi mobil-mobil macet di jalan begitu, sekarang oksigen local bisa bingung mau masuk hidung siapa, jangan-jangan oksigen ga suka dengan orang macam aku, ga punya duit buat makan bini ama anak. Belum lagi aku pingsan di situ, di injak-injak trus mati. Hahahaha, bayangin saja aku ga mampu.

“Ini, mau dikasih rumah semua pemainnya.  Andai kita jadi pemain, uang melimpah ruah, rumah bisa aku jual buat pulang kampung. Sayang aku ga jadi pemain, nendang bola ke depan saja arahnya jadi kebelakang. Ah, ngawur. Si bakri hebat juga mau beri semua pemain duit. Hahahah, padahal yang ada di lapindo sana masih pada ngungsi melawan penderitaan, macam jadi orang bangkrut saja, ga punya rumah lagi, kompor, kulkas, tivi buat liat besok Indonesia main di final. Semua disita sama lumpur yang amat rakus seperti politisi-politisi yang mengaku-ngaku pahlawan kemenangan akhir-akhir ini. Bak muka cabul saja orang-orang itu seperti sedang berada di kandang perawan. Semua ingin di miliki dan dicicipi”. Hahahahaha… bahasa kau boi, kayak anggota dewan yang terhormat saja, yang dibagi-bagi kupon gratis nonton orang gugup karena mendapat pengharapan yang terlampau besar.

Boi, enak juga ya jadi orang yang punya nomor 17 itu, yang namanya seperti nama tetangga kita, mbah dim. Lihat boi, cewe-cewe pada nge’fans, dari anak muda yang cantik-cantik sampai yang udah uzur.  Bini ku juga ngefans minta ampun kalau lihat dia, kalau ada dia nongol di tivi ni, lupa sama aku dan lupa nyusuin anak. Tuing-tuing ni kepala jadinya. “hahahaha, nampaknya kita juga harus jadi idola juga, ga jelek-jelek amat ni muka. Tapi jadi apa ya, gimana kalau jadi orang yang bisa menjebloskan para koruptor saja, biar ga bangkrut ni Negara. Pasti muka kita bakal di pajang di tivi dan Koran-koran, atau bahkan di acara gossip. Mantab kan, kalau itu benar terjadi. Tapi sayang kau Cuma kuli bangunan, dan aku anak SMA yang sering nunggak bayar SPP. Kalau kau meninggalkan kerja sehari saja sehari juga ga dapat ngisi perut. Bisa makan angin nanti. Ga seperti dokter boyke yang kata infotement mau pergi ke Malaysia buat nonton final, punya duit banyak dia, bisa beli aftur pesawat buat senang-senang”.

Eh, tapi gimana ya nasib pasiennya? Padahal banyak pasien yang pada pingin besarin kelamin dan konsultasi gaya terbaru buat acara puas-puasan. Jadi kepingin ntar malem sama bini, kita mesra-mesraan lagi.

“Enak kau, udah punya bini. Aku ni masih SMA, mana bisa kepakai ni tatat”. Omongan kau boi, bilang tatat kepakai. Hahahahaha, sabar boi. Tunggu umur, jangan kau sikat gadis-gadis duluan sebelum kawin.

Boi, Katanya bener apa yang suporter Malaysia pada curang-curang minta ampun, masuk bawa senjata lessor.

“laser”

Lessor!

“laser”.

Lesor! Ah, apalah namanya. Kasian yang pada main, konsentrasinya terganggu. Bangsat memang mereka, sudah sering menjarah pulau kita, ngaku-ngaku inilah-itu lah, siksa TKW kita, ah mual aku dengarnya. Tapi kenapa mereka culas ya boi, apa kita yang gampang di gobloki sama mereka? Tak tau aku. Ah Boi, sekolahlah kau yang pandai, biar besok jadi pemimpin yang hebat, biar besok Negara ini makmur adil sejahtera, semua kebutuhan murah-murah dan biar jadi bangsa yang dihormati bangsa lain serta biar punya moral yang baik bukan moral tai kucing, jangan ada lagi penjarahan dan tipu-menipu antar bangsa. Jadi bangsa yang hebat lah pokoknya, ga ada yang berani menjajah kita secara fisik dan non fisik. Apalagi dijajah oleh orang bangsa sendiri. Bajingan tengik mereka itu boi.

Moga saja boi, Indonesia bisa menang, dan nasionalisme tidak jadi salah kaprah. Tidak lagi ada penjarahan tiket, maki-makian, bentrok. Tidak ada lagi fanatisme dan ekspektasi yang berlebihan, agama dibuat menjadi kerdil dan tidak bernilai lagi. Dan tidak ada lagi yang namanya politik tai kucing.

“hebat juga kau ngomong, ga ngerti aku apa yang kau ucap. Yang jelas jangan sampai yang kita lakukan sia-sia, menang kalah jadi sama saja, yang didapat hanya abu. Karena banyak ulah-ulah yang tidak rasional dan biadab. Besok aku dukung Indonesia sepenuhnya, biarlah aku disini sikap nasionalismeku aku tunjukkan dengan mendukungnya dan berbangga hati dengan semangat garuda Indonesia. Dan dengan belajar giat, bekerja keras, dan berdo’a sungguh. Untuk Indonesia yang lebih baik”.

Nasionalisme = Keluargaisme, sepakbolaisme, hukumisme, politikisme, pendidikanisme.

(Rumah, 26 Desember 2010)
Terima kasih telah membaca artikel: Cerpen "Sepakbolaisme" #INDONESyalala

Ibu Seperti Bunga Mawar

0 komentar
Keluarga selalu ada menjaga manusia-manusia yang ada di dalamnya. Seorang anak sedang berpikir tentang dirinya sendiri, tentang pilihan yang ingin dia pilih. Lihat saja, aku azizah sedang gamang menentukan sebuah warna pensil untuk mewarnai mawar yang ada di buku. Azizah teriak, "Ayaaaaaahh,, bunga mawar itu warnanya apa?". Ayahnya terlalu sibuk membaca di teras depan. dia teriak lagi, "Ayaaaaaaahh, ayah dimana?". Karena kesal anak kecil yang giginya banyak yang hilang karena keseringan makan coklat dan begitu lucu saat dia nyengir itu berdiri dan mencari ayahnya, Ayah dimana? Azizah mau tanya sama ayah. akhirnya dia pergi ke teras yang sebelumnya dia pergi ke kamar ayahnya ternyata tidak ada.
Setelah menghadap ayah, Azizah menanyakan lagi soal pilihan yang tadi membuatnya bingung. "Ayah, bunga mawar itu warnanya apa?". Ayahnya tetap saja sibuk membaca koran yang sudah beberapa hari dibeli namun belum sempat dibaca. Sebenarnya ayah masih tidak sadar dengan pertanyaan Azizah, Ayah hanya menjawab "warna putih". Azizah kegirangan, dan mengingat-ingat bahwa bunga mmawar itu warnanya putih.
Dia langsung berlari ke meja belajarnya meneruskan pekerjaannya mewarnai yang sempat tertunda karena ketidak tahuannya. Dengan wajah gembira dia mencari pensil warna putih, dideretan paling samping dia menemukannya lalu mengambilnya dan siap-siap untuk menggoreskannya ke gambar.
Saat digoreskan, Azizah merasa kecewa. Karena kertas warna putih dengan pensil warna putih tidak akan membuat bunga mawar itu bewarna seperti yang dia bayangkan.

Lalu dia berpikir kalau, ah, aku belum menggunakan warna hitam dari tadi. Akan ku coba warna hitam saja. Dia pun menumpuk warna putih dengan warna hitam pekat bunga mawar itu. Dia terlihat murung, ternyata warna pilihannya tidak begitu menarik untuk dilihat. Dia juga tidak mau bertanya lagi soal warna kepada ayah, karena dia yakin, ayah pasti akan tertawa kalau mawar yang tadi dibilang putih tiba-tiba diwarnai hitam olehnya.

Tahu-tahu pintu kamarnya terbuka, ternyata Ibunya yang membuka pintu. Azizah langsung bertanya. Ibu mawar itu warnanya apa? kok gambarku tidak menarik?

Ibunya dengan senyum yang damai lalu bilang "mana dhek gambarmu?", Ini bu...
Ibunya tanpa bilang apa-apa lalu digandenglah tangan Azizah pergi keluar rumah. Wajah Azizah dengan kebingungannya yang membuat semakin menggemaskan lalu bertanya. Ibu, kita mau kemana? Ayo ke rumah Pak nasir, Pak nasir ustadz itu bu?, Ibunya menjawab, "Iya".
Sambil berjalan digandeng ibunya Azizah bernyanyi "Kasih ibu, kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai kan surya yang menyinari dunia". Ibunya tersenyum dan dalam batinnya berharap esok dia akan jadi orang yang berguna.

Setelah berjalan cukup lama kerumah ustadz nasir. Azizah, lihat itu. Itu namanya bunga mawar. Azizah langsung protes, Kok warnanya merah bu? kata ayah bunga mawar itu warnanya putih. Ibu lalu memberikan pengertian kalau selain merah bunga mawar ada yang warnanya putih. Azizah nyengir, tetap saja tampak lucu.
Ibu ayo kita lihat dari dekat. Saat berada di dekatnya Azizah benar-benar memperhatikan bunga itu, lalu dia melihat wajah Ibunya dengan tersenyum tanda dia berterima kasih kepada ibunya yang telah menunjukkan bunga mawar yang indah ini. Ibunya lalu tersenyum...

Istri ustadz nasir pun keluar rumah membuka pintu rumah, entah berniat untuk apa, barangkali memang sengaja mau menyiram bunga-bunga mawarnya di pekarangan samping rumah. Ibu Azizah lalu menyapa dan berbincang-bincang dengan istri ustadz nasir, meninggalkan Azizah sendirian melihat mawar itu.

Seperti disihir oleh mantra mawar itu. Tiba-tiba saja tangan Azizah menyentuh batang mawar itu, tanda ingin memiliki. Azizah sepontan langsung menjerit kesakitan dan mematahkan tangkai mawar itu karena jarinya tertusuk duri. Ibunya dan istri ustadz nasir langsung menghampiri Azizah dan melihat mawar itu. Azizah nakal, kenapa mawar itu kamu rusak? Itu milik Ibu nasir. Ibunya yang mengerti kalau mawar itu kesayangan Ibu nasir langsung meminta maaf atas ulah anaknya. Azizah merasa bersalah dan juga ikud minta maaf kepada Ibu nasir. "Maaf ibu, Azizah tidak sengaja" dengan wajah memelas tetap saja menggemaskan Ibu nasir lalu memafkannya.

Diajaklah Azizah pulang oleh ibunya, dan ibunya hanya diam jengkel kepada azizah, karena mengetahui kalau bu nasir pasti kecewa mawar kesayangannya dirusak oleh anaknya. Dan Azizah pun dalam perjalanan pulang dengan digandeng ibunya menundukkan kepala tanda dia menyesal. Dalam batin dia menyesal, kenapa tadi dia sangat ingin memiliki mawar itu. Tapi memang, mawar itu benar-benar indah.

Sampai dirumah, dengan kasih sayang Azizah ditanya oleh ibunya, kenapa Azizah tadi mematahkan tangkai mawar kesayangan ibu nasir, dengan sedikit ketakutan Azizah menjawab kalau dia tadi ingin memilikinya dan  ingin mencabut mawar itu untuk ditanam dirumah. Sebagai penghias rumah.
namun karena ketidak tahuan Azizah, Azizah kena duri. dan tidak sengaja tangkai itu patah oleh kekagetan Azizah karena kesakitan. Mana, sakitmu Ibu obati, penuh perhatian dan perlindungan.

Ibunya tersenyum paham dan memberikan pengertian kepada Azizah. "Azizah, maaf ibu tadi memarahimu. karena Ibu tidak mengerti kenapa kamu berbuat begitu, mematahkan tangkai mawar itu. Azizah, jangan sekali-kali lagi kamu mematahkan tangkai mawar, karena bila kamu mematahkan tangkai mawar berarti kamu telah mematikan kehidupan". Azizah mengangguk paham dan merasa begitu damai lagi dengan Ibunya. Lalu Azizah pergi ke kamarnya dan membereskan gambarnya tadi, namun tidak meneruskan mewarnainya, dia simpan di dalam lemari, karena menurutnya bunga mawar itu begitu indah, menyihir orang yang melihatnya. Memantulkan cahaya kedamaian didalam batin terhadap siapa saja yang melihatnya. Seperti cahaya yang tidak memilih-milih tempat yang dia terangi ...

Dari saat itu Azizah mulai tumbuh dewasa dengan ingatan bahwa bunga mawar adalah tanda kedamaian terhadap orang yang melihatnya. Tanpa tahu bahwa gambar mawarnya yang ada di dalam lemari bulum sempat diselesaikan. Azizah dewasa dengan wajah dan perangai yang begitu menarik. banyak teman-teman yang menyukainya, karena dalam jiwanya masih tertanam kata-kata ibunya bahwa "jangan kita mematahkan tangkai mawar, karena sama saja kita telah membunuh kehidupan". Dia memahami pengertian yang diberikan Ibunya sebagai sikapnya kepada teman-temannya. Bahwa dia tidak akan menyakiti temanya seperti mematahkan tangkai mawar. Sehingga itu jawaban kenapa dia memiliki banyak teman yang begitu baik kepadanya selain karena wajahnya yang menarik. Azizah tetap saja menggemaskan..

Setelah dia menginjakkan kakinya di dunia perkuliahan, dan lama tidak bertemu dengan ibunya. Lama tidak mencium tangan ibunya dan memeluknya. Karena Azizah telah merantau ke luar pulau untuk sekolah, meninggalkan kedamaian keluarganya. Lama tidak bercanda dengan ibu dan Ayahnya serta Adiknya, adiknya yang lahir saat azizah umur 12 tahun. Lama tidak memberikan senyumnya yang menarik terhadap keluarganya. Akhirnya ada rasa rindu yang seolah-olah akan meledak. Dia ingin saat liburan Semester pulang dari Jawa menuju ke kampungnya, Makasar. Pada liburan semester setelah dia mengumpulkan uang kehidupannya di perantauan untuk kembali mengobati rasa rindu kepada keluarganya, terutama pada ibunya yang telah mengajarkan pengertian-pengertian dalam hidup untuk berkasih sayang, bekerja keras, dan melindungi keluarganya.

Setelah dia pulang ke rumah, mata Ibu berkaca-kaca saat melihat anaknya pulang secara tiba-tiba setelah dua Tahun tidak bertemu, tidak seperti keadaan biasanya saat diakhiri dengan mendaftar kuliah di Jawa. Meluaplah segala kerinduan itu. Dipeluk, dicium, dipeluk, dicium, mencium ayahnya, adiknya, dan membawakan oleh-oleh untuknya.

Berjalanlah kehidupanya dengan keluarganya yang begitu damai selama beberapa hari. dan tidak dia lewatkan untuk bercengkrama dengan keluarganya. Terutama ibunya yang telah selalu memberikan pengertian dalam hidup untuk anak-anaknya, terutama dirinya.

Tibalah masa-masa akan masuk kuliah lagi, akhir dari liburan. Azizah tiba-tiba teringat dengan Perpisahan. Memang, segala jenis perpisahan tidak ada yang mengenakkan, apalagi berpisah dengan keluarganya yang indah, terutama Ibunya. Masa-masa itu, tepatnya 3 hari sebelum Azizah kembali ke Jawa. Azizah mencoba mengingat-ingat segala jenis keromantisan keluarga yang pernah dialami. Segalanya.. Coba kalian lakukan itu, pasti akan mengalir air mata yang entah dari mana datangnya... Sampi dia teringat dengan masa dimana dia mewarnai bunga mawar! Ya. Azizah ingat.

Lalu dengan wajah serius, dia bangun dari rebahannya di kamar, membuka pintu almari dan mencari-cari gambarannya dulu.

Tibalah saat perpisahan yang membencikan itu, berpisah dengan keluarga terutama ibunya. di pekarangan rumah Azizah berpamit untuk pergi ke jawa. meneruskan apa yang nentinya menjadi awal kebanggaan ibunya, menjadi seorang Dokter!


Dengan isak tangis, detik-detik kepergiannya merantau kembali. Di keluarkanlah gambar itu, gambar yang belum sempat selesai warnanya. Gambar yang menjadi awal segala jenis pengertian-pengertian selanjutnya dalam memahami hidup. bahwa hidup harus berkasih sayang terhadap semuanya, termasuk pada tumbuhan sekalipun. Itu semua didapat dari ibunya..

Mawar itu diwarnainya dengan warna merah. Tanda penuh keberanian, tanda penuh semangat kejujuran, tanda penuh pengorbanan. Hadiah untuk keluarganya, terutama ibunya.


(Rumah, 21 Desember 2010. Untuk hari Ibu, Ibu nomor satu di dunia)


Terima kasih telah membaca artikel: Ibu Seperti Bunga Mawar

Puisi "Ibuku Masih Muda"

0 komentar
Kesal, murung dan jengkel
terhadap anak-anaknya yang nakal
namun dia mampu menyihir perasaannya sendiri
menjadi kegembiraan

Ibuku masih muda
Semuda rambutnya yang belum berubah warna menjadi putih
yang menjadi musuh tanda kematian
kekal hidup dalam hati

Ibuku masih muda
semuda semangatnya untuk bercengkrama
berkasih sayang dengan keluarganya
tanpa gundah dan pecah

Ada Do'a
Ada harapan
Aku ingin di surga kelak,
Ayahku tidak memilih bidadari-bidadari lain
Selain Bidadari yang aku do'akan, IBUKU

Ibuku masih muda
untuk berbicara hal-hal anak-anak muda yang konyol
aktuil, dan penuh kebijaksanaan saat anaknya salah arah,
Ibuku masih muda

Ibuku masih muda
Mencari uang biaya sekolahku
dengan cara-caranya yang manis
walau lelah tetap menahan tangis.

(Rumah, 15 Desember 2010. Kala senja dan hujan)
Buat ABI dan UMI
Terima kasih telah membaca artikel: Puisi "Ibuku Masih Muda"

Keromantisan

0 komentar
Ada sebuah tempat,
dimana kita tidak bisa meminta seperti yang kita inginkan
di dalam mimpi hal itu bersemayam begitu nyata
senyata bintang-bintang di langit.

biarlah kita mengumbar kemesraan di tiap malam
lalu pergi ke tempat yang tidak bisa meminta tadi
namun hanya saat itu kitalah yang bisa berdamai dengan batin
itu adalah keromantisan, bukan hanya dalam kata

bila kamu tahu, cantik bukan dilihat dari wajah.
apa kamu yakin?
bagaimana bila aku bilang kalau cantik berasal dari mata!
kau akan sedikit tersenyum sebagai penghormatan terakhir pada pemberi hidup setelah berdoa

sebagai tempat mengistirahatkan mata
agar mata itu tetap bisa menunjukkan kecantikanmu esok pagi
dalam kedamaian batin
dan kedamaian yang menyihir.


(Rumah, 12 Desember 2010. Untuk seseorang yang menginginkan keromantisan sebelum tidur)
Terima kasih telah membaca artikel: Keromantisan