Saya memang sengaja menuliskan fenomena ini disaat kondisi masyarakat
tidak dalam kondisi yang emosional. Tidak dalam kondisi para buruh demo
meminta kenaikan upah minimum, mahasiswa demo karena mempertanyakan
atau menggugat sesuatu permasalahan tertentu. Tidak dalam kondisi banyak
pengguna jalan ngomel menerima macet karena para buruh memblokade jalan
dan juga tidak dalam kondisi para mahasiswa yang berdemo menerima
balasan dari para polisi dengan cara setting pengalihan jalan sehingga
banyak penguna jalan digrebek oleh kemacetan. Bukan, bukan saat itu.
Karena kalau pada saat itu banyak orang lebih fasih membicarakan
kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Karena pada saat itu
sedang terjadi kontrakepentingan antar masyarakat. Dan kita pada saat
ini sedang dalam kondisi pikiran jernih.
Entah kenapa kita
masyarakat Indonesia yang jumlahnya sekitar 250 juta jiwa ini selalu
saja dihadapkan dengan pilihan yang sulit untuk dipilih, seolah-olah
kita menerima tradisi yang mengharuskan seseorang tidak mau berbicara di
depan banyak orang, tidak mau berbicara dengan memegang mic lalu dengan
lantang dan jelas mengeluarkan apa yang mereka inginkan. Masyarakat
kita lebih senang menerima nasib namun bila nasib itu telah mendorongnya
ke tepi jurang maka kekerasan menjadi alat paling canggih untuk
bertahan agar tak terjatuh ke jurang
Indonesia modern kali
ini di hadapkan dengan permasalahan yang seolah-olah sudah kacau balau.
Kepentingan menjadi berhala paling ampuh untuk dipuja, elit politik
mempunyai kepentingan bisa duduk terus di korsinya yang empuk lalu
ketiban uang, pengusaha punya kepentingan agar usahanya bisa terus
berjalan lalu berselingkuh dengan para elit politik. Sedangkan rakyat?
Tergencet karena apa yang diterima sudah didesain sedemikian rupa oleh
para elit politik dan pengusaha.
Bukankah kita sering
melihat, demo buruh dimana-mana meminta pengusaha dan penguasa agar
gajinya dinaikkan. Orang-orang di bima berkumpul meminta agar UU agraria
yang sudah di sahkan di cabut oleh bupatinya, Demo-demo masyarakat
dengan cara memblokade jalan sehingga terjadi kemacetan (Demi keadilan
yang macet, mereka berbondong-bondong memacetkan jalan). Padahal kalau
kita tahu yang terjadi adalah masyarakat diadu dengan masyarakat
(kepentingan pendemo beradu dengan kepentingan pengguna jalan,
kepentingan pendemo beradu dengan kepentingan para orang yang bilang
anti kekerasan padahal dia juga tidak mau tahu kenapa seseorang itu
berdemo). Karena masyarakat kebanyakan mengidap penyakit tak bisa
berkomunikasi, maka yang bisa mereka lakukan selain lempar batu,
gontok-gontokan, bakar-bakaran hingga bunuh-bunuhan pun dilakukan dengan
alasan agar keadilan bagi mereka itu bisa terwujud. Dan apabila yang
mereka lakukan itu merugikan orang-orang yang tak senasib dengan mereka,
orang-orang itu cukup bilang DASAR MASYARAKAT BODOH!
Chairil
anwar pernah berujar kenapa kebobrokan ini ada, kenapa kekerasan ini
ada di setiap orang yang sebenarnya menginginkan kedamaian, kenapa
kecurangan ini ada, kenapa kebrengsekan ini ada, kenapa aksi tipu-tipu
ini ada, kenapa kalian marah melihat orang lain memperjuangkan haknya,
kenapa, kenapa dan kenapa?
KARENA - AKU - INI - BINATANG - JALANG
Klaten, 12 Februari 2012
Oleh Amin Bagus Panuntun



0 komentar:
Posting Komentar