Kalau kita (baca: sesama orang yang beragama sama atau berbeda agama)
tetap saja melihat pro dan kontra dari perspektif yang berangkat dari
argumentasi teologis tentulah bahwa setiap jenis kesalahan harus
disalahkan dan apabila kita diam melihat kesalahan berarti kita juga
telah melakukan kesalahan.
Bila pro kontra yang timbul itu
diselesaikan dengan benturan egoisme yang berasal dari argumentasi
teologis masing-masing, maka pro kontra itu saya jamin tidak akan
pernah berujung selesai. Namun bila kita sama-sama melihat dari sudut
pandang bahwa setiap manusia mempunyai naluri menolak segala jenis
kekerasan dalam bentuk apapun, dan dalam batasan apapun baik itu antar
agama, antar suku dan ras, antar warna kulit maka sudah jelas bahwa
kekerasan itu adalah tidak benar.
Apa kekerasan dalam bentuk agama adalah benar? Itu "agama siapa"?
Namun bila dalam menolak kedzoliman itu sudah sesuai dengan mekanisme ilahiah (lih. Social Control yang berasal dari wahyu) , seharusnya setiap umat beragama (apapun) harus mendukung cara-cara yang digunakan untuk menghancurkan kedzoliman.
Sampai kapan kita akan ditontonkan fenomena dimana hak dilawankan dengan hak?
Apakah kita lupa arti makna merdeka?
Bahwa, seseorang yang merdeka adalah seseorang yang melakukan sesuatu dengan tidak menyrobot kemerdekaan orang lain.
Klaten, 14 Februari 2012
Oleh Amin Bagus P



0 komentar:
Posting Komentar