Dosenlah Yang Menilai

0 komentar
Ada banyak mahasiswa yang dapat nilai jelek atau mahasiswa yang dapat nilai bagus. Ya, Itu sangat lumrah. Tapi ketidaklumrahan itu timbul saat kita dapat nilai jelek lalu kita ga terima, benci, keki, marah dan lain sebagainya, intinya meminta pertanggungjawaban dosen. Kemudian tindakan paling otomatis yang kita lakukan tentunya adalah protes. Itu ga salah, karena protes itu menunjukkan bahwa kita menginginkan keadilan, kita sama-sama masuk kuliah, sama-sama ngumpulin tugas dengan jawaban sama, sama-sama presentasi, sama-sama bisa atau ga bisa jawab soal ujian. Tapi kenapa nilainya bisa berbeda. kenapa ada yang dapet nilai jelek dan ada yang dapet nilai bagus.

Lain halnya, Kenapa yang dapet nilai bagus tidak protes? dengan gagah seperti pahlawan dia datang, "hei, pak dosen. Kenapa nilaiku bisa bagus. Ini tidak adil, saya berontak. Saya merasa kalau saya ga bisa apa-apa pada mata kuliah bapak. Saya benar-benar kosong." Rasa-rasanya kita seperti telah adil sejak dalam pikiran dan perbuatan. Kalau kita ga pantas buat dapet nilai baik itu.

Nah kenapa terjadi semacam ini, terjadi kesenjangan nilai yang membuat ada yang merasa menerima ketidakadilan. Bisa karena keteledoran dosen sebagai manusia, misal sebenernya kita sudah ngumpulin tugas, tapi dosen tidak tahu karena terlalu sibuknya dia mengurus kuliah S3 nya atau sibuk ngurus bisnisnya yang lebih menguntungkan daripada jadi seorang dosen. Atau malah ketidakadilan itu bisa timbul karena dia adalah seorang dosen yang iseng tidak mau kerja keras menilai yang semestinya dinilai, dosen yang bukan dosen, atau bahkan dosen kranjang sampah.

Kita ga bisa terus-terusan menyalahkan dosen, kita harus lihat bagaimana kita sebenarnya, kita ga boleh terus-terusan egois, kita ga berhak memperalat dosen sebagai kambing hitam dari semua nilai jelek. Atau bahkan Mahasiswanya yang memang bebal mendzolimi dosen? Dengan kemalasan kita, dengan ketidakdisiplinan kita, atau dengan ketidakmandirian kita.

Bila kita tahu, dunia sebenarnya ga akan runtuh kalau kita dapat nilai jelek. Tapi sebenarnya, kita hanya takut pada penilaian orang lain yang sangat begitu semu.
Yang sebenarnya membuat hidup kita ga asyik lagi bagi orang-orang yang merasa ga beruntung. Bukanlah menarik, keberuntungan itu timbul karena kita sendirilah yang sebenarnya menciptakannya. Kita dapat nilai baik karena kita memang pantas dapet nilai baik. Karena kepantasan itu memang kita ciptakan dari kerja keras kita untuk belajar menerima dan memberi. Oleh karena itu saatnya kita mulai adil sejak dalam pikiran, perasaan dan perbuatan.

Sehingga ga akan ada lagi istilah "Siapa yang akan tahan kalah, bila pemenangnya memperoleh dengan cara-cara curang". Karena memang sudah ga ada lagi orang curang.

Oleh Amin Bagus P
*Buat Komunitas Mahasiswa Merdeka
Solo, 28 Juli 2011
Terima kasih telah membaca artikel: Dosenlah Yang Menilai

Laki-Laki Sejati adaptasi dari cerpen karya Putu Wijaya

0 komentar
  1. Seorang anak yang melewati masa anak-anak bertanya pada ibunya tentang "Apa itu Laki-laki sejati".
  2. Ibunya bilang, "didunia ini sudah tidak ada laki-laki sejati". Hah, kenapa begitu... Padahal aku ingin pacaran dengannya, menikah dengannya, dan memberikan cucu dengannya untuk ibu.
  3. "Lelaki sejati sudah hilang dari dunia ini setelah bapakmu mati". kata ibunya meneruskan. Lhoh, kalau begitu aku patah hati. Apa sama sekali tidak ada? kemanapun akan aku cari. "Tidak!" Bentak ibunya tegas.
  4. Memangnya laki-laki sejati itu seperti apa? Pintar? kaya? tampan? tahan banting? atletis? ramah? tidak sombong? kharismatik? jenaka? rendah hati? berani dan rela berkorban? "Tidak!" kata ibunya memotong.
  5.  Lalu apa? "seseorang Lelaki sejati itu adalah seseorang yang melihat yang pantas dilihat, mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang pamtas dipikir, membaca yang pantas dibaca, berbuat yang pantas dibuat, dan hidup yang pantas dijadikan kehidupan". jelas ibunya. Aku tidak tau maksud ibu.
  6. Seseorang lelaki sejati adalah seseorang lelaki yang satu kata dengan perbuatan. Bukan laki-laki yang tidak bisa dipegang mulutnya, pembual, aktor kelas tiga. Bukan malah lelaki pinter, kaya, kuat, tampan, tapi tak bisa dipercaya. Tukang kawin, tukang ngibul, ga mau ngurus anak, apalagi nyuci celana dalammu.
  7. Lalu bagaimana bila tidak ada lelaki sejati? aku putus asa! "nak, jangan risau. Kamu terlalu muda, terlalu banyak membaca buku dari belakang meja. Tutup buku itu sekarang. Pergi, hidup udara segar, buka matamu lebar-lebar, pandang bunga-bunga dan langit biru. Dunia tak seburuk yang kamu bayangkan. Hidup tak sekotor yang diceritakan oleh buku-buku itu. Keluarlah anakku, cari diluar sana. Jangan ngumpet disini".
  8. "Kamu pergi kemana saja, cari lelaki itu, kamu harus pasang omong, kamu harus buka hati lebar-lebar. Kalau dijalan ada lelaki yang mencintaimu. Atau dijalan kamu menemui lelaki yang kamu cintai. Katakan cinta, jangan ragu. Sekarang wanita boleh memilih, tidak perlu menunggu giliran untuk dipilih.CEPAT KELUAR!"
  9. Itu artinya aku tidak menikah dengan lelaki sejati yang aku idam-idamkan bu? "Kamu jangan kebanyakan protes. Kamu kan perempuan... Kalau kamu ingin memiliki lelaki sejati, siapapun dia, darimana asalnya, setiap perempuan anakku, bisa membuat seorang lelaki."
  10. Karena kamu bisa membuat lelaki, siapapun kamu, apapun pekerjaanmu, Karena kamu perempuan anakku. Maka kamu harus mampu membuat setiap lelaki menjadi seorang laki-laki sejati. Karena Kamu adalah IBU.
Jangan pernah bilang kalau setiap lelaki itu sama saja. Pembohong, tukang ngibul, munafik, brengsek, setan, bajingan, pengecut, atau apalah. Ya karena memang seperti itu adanya. Tapi Ingat, karena kamu adalah perempuan, kamu bisa buat laki-laki. Kamu yang berhak didik mereka, kamu yang berhak latih mereka, kamu yang telah bentuk mereka. Maka,  seperti apa laki-laki itu jadinya, dia adalah anakmu, Karena kamu perempuan, karena kamu seorang IBU.




Terima kasih telah membaca artikel: Laki-Laki Sejati adaptasi dari cerpen karya Putu Wijaya

Perempuan Di Persimpangan Jalan

0 komentar
Sayu-sayu aku melihat bayanganku sendiri,
Sayu-sayu aku melihat bayanganku menyatu dengan bayangan itu,
Kita berjalan beriringan di lobi penuh kasih,
Menunduk. Semua nampak samar

Aku hilang, diculik mata
Ia mengharap sesuatu yang ada di ujung awan
Pada dinding-dinding penantian.

Ditempat matahari bersembunyi,
Terhempas angin menjadi demikian sakitnya.
Bergejolak, lalu tubuh ini menggigil tak karuan.

Perempuan di persimpangan jalan...

Edan, dipermainkan perasaan
Merangkak perasaan itu menggapai kangen.

Looh, bukankah kau masih linglung.
Cemas mengendap bagai siput
Kaku berjalan lesu dan minder

Aku datang...
Sebagai obat bagi jiwaku sendiri.

Oleh Amin Bagus P
Kamar, 15 Juli 2011

Terima kasih telah membaca artikel: Perempuan Di Persimpangan Jalan