Ayah dan Anak
Ayah, kenapa ayah dulu tidak memberitahuku bahwa hidup sebagai
seorang pemuda itu berat, ribet dan ngebosenin. Berarti bu guru SMA dulu
bohong! Katanya Ayah dan Ibu itu adalah guru tanpa tanda jasa. Bukan
malah bu guru yang guru tanpa tanda jasa? Karena bu guru mendapat gaji
dari pemerintah. Apa karena Ayah tidak mendapatkan gaji dari pemerintah
seperti bu guru dalam mengajari anak lalu ayah bisa seenaknya tidak
mengajariku segala hal?
"Memangnya kamu kenapa nak? Masamu sekarang dengan masa Ayah dulu sudah jauh berbeda. Masa ayah tidak sebebas masa sekarang."
Tapi bukan berarti ayah hanya mengajariku cara sholat kan?
"Bentar-bentar, memangnya kamu kenapa nak?"
Aku
sebagai pemuda harus berhadapan dengan fenomena pacaran, pendidikan
yang tidak jelas, dan biaya hidup yang berat. Belum lagi cita-citaku
agar dapat terwujud semakin tipis kalau kondisinya seperti ini.
Masa
aku tidak mempunyai pacar saja dibilang kurang gaul ama temen-temenku,
dibilang manusia klasik lah, kuno lah. Kenapa kita harus pacaran ya yah?
kalau Ilmu saja kita tidak becus? Kenapa harus ada pacaran dan Ayah
tidak memberikan pengertian kepadaku sebelumnya? seperti memberitahuku
cara mengaji yang benar!
"Sabar nak, Sabar."
Lalu kenapa sekolahku banyak sekali mata pelajaran-mata pelajaran yang tidak dibutuhkan untuk meraih cita-citaku?
Kalau ujung-ujungnya hanya jadi buruh kenapa aku harus sekolah tinggi-tinggi? Meraih cita-cita semakin berat ayaaahhh....
"Nak, Cukuplah aku mengajarimu apa yang sudah aku ajarkan kepadamu."
Apa! Ayah bilang cukup? padahal aku dibuat hampir gila oleh keadaan ini!
"Nak, Ayah mengajarimu sholat dan mengaji itu sudah cukup untuk memberimu pengertian dalam menjalani hidupmu."
(anak itu bingung)
"Bila
kamu tahu, sholat dan mengaji adalah simbol bahwa kita itu beragama.
Bila kamu tadi bilang bahwa bingung dengan kenapa pacaran itu dikatakan
benar. Berarti kamu belum mengerti tentang mengapa kita beragama. Kalau
di agama kita mengajari kalau pacaran itu dekat dengan maksiat dan harus
dihindari. Maka hindarilah, kecuali kalau kamu bisa tidak berbuat
maksiat. Dalam agama, Kebenaran adalah kebenaran, bukan karena kebenaran
itu timbul karena banyak orang mengerjakannya. Bukankah itu sebuah
pengertian, nak?"
Lalu untuk masalah-masalahku yang lain?
"Pendidikan
itu seperti sholat berjama'ah, disiplin. dalam hal berpikir, belajar
atau bertindak. Dan tidak membeda-bedakan siapa orang yang mempunyai
ilmu. Mau dia orang baik, kaya atau miskin. Dia bisa dijadikan sumber
ilmu, sumber hikmah bagi kehidupan kita."
(Anak itu mulai berpikir)
"Nak,
aku memberikan kebebasan kepadamu untuk memilih jalan hidupmu. Aku
hanya memberikan mengenalkanmu petunjuk yaitu agama, dan kamu harus
menjalani hidupmu sendiri untuk mencari pengertian-pengertiannya. Dan
Itu, sebab kenapa aku tidak menjelaskan semuanya, aku tidak bisa
mendektemu sebagai pelaku dari mimpi-mimpiku. Karena aku tahu kau punya
mimpi sendiri nak."
(Rumah, 14 Januari 2011) Sore hari
Keadilan Kasih Sayang Hanya Ada di Dalam Hati
Sial - sial - sial. seolah olah ini sebagai hari kesialanku. Tapi tiba-tiba ibu bilang "Tidak ada hari sial, nak". Ibu tidak tahu soal masalahku. Ini masalah begitu ruwet, di waktu ibu masih muda mungkin tidak pernah mengalami.
"Memang masalah apa?"
Aku tidak bisa bercerita, bu..
Aku lalu naik ke loteng, berpikir dalam-dalam. Barangkali aku akan jadi orang paling jahat se-dunia. Aku telah mengecewakan wanita yang aku sayangi. Entahlah, sayang sebagai sahabat atau wanita yang ingin aku pacari, aku masih bingung.
Apakah aku salah merelakannya untuk orang lain? Dia lebih dibutuhkan bagi teman-temannya. Karena bagiku dia seperti virus yang berterbangan seperti elektron neutron yang ada di semua unsur kehidupan. Dia selalu membawa berita yang menyenangkan. Siapa yang tidak kenal dia pasti dia adalah rajanya orang yang menutup diri. Karena dia selalu ada dimana-mana, memberikan kesejukan bagi orang-orang disekitarnya. Bahkan kepada guru-gurunya yang selalu membicarakan namanya karena tingkahnya yang sangat menyenangkan.
Aku takut, bila keputusanku merubah semua warna warni yang telah dia bangun. karena aku tahu, aku bukan pekerja seni yang bisa seenaknya merubah lukisan elok yang penuh warna kreasi besutan orang jiwa abadi seperti dia.
Tiba-tiba aku melihat sebuah bayangan tubuhku sendiri. Aku berpikir pembuat bayangan ini adalah pertanda bila bulan muncul. Aku menengok ke arah timur. Benar, bulan indah sekali. Rasanya ada semacam kegembiraan kalau aku sedang ditemaninya. Bulan itu sangat teduh menyehatkan mata hati, elok membayangkan bila aku bisa duduk bersamanya dan bercerita tentang semua kekonyolan kita berdua sebelumnya. Aku memandanginya penuh ketakjuban. Berpikir bahwa aku akan menunjukkan sebuah keputusan yang kedua. Karena keputusan yang pertama adalah aku mengkebiri rasa yang aku miliki kepadanya karena aku hanya tidak mau mengubah hidupnya hanya karena aku memacarinya.
Apa aku salah bila aku meminta pendapatnya sebagai sahabat soal keputusanku yang pertama. Sebuah drama yang aku ketahui begitu menyesakkan batin, bahwa aku menipu kalau aku mencintai seseorang.
Ternyata drama semakin mencekam, aku bagai orang bodoh yang tidak bisa mengatur hidupku. Aku diatur oleh keadaan yang sebenarnya akan menimbulkan sebuah bencana yang pelik, antara aku, dia dan seseorang.
Bulan itu cukub membantuku dalam menguraikan masalah-masalah ini. Cahayanya seperti telah menerangi jalan berpikirku. Bahwa aku harus mengambil keputusan yang kedua, aku harus meneruskan rasa sayangku sebagai sebuah bentuk ucapan yang akan menjadikan aku sebagai seorang pekerja seni yang akan mewarnai sebuah gambar hidup yang sudah cantik bewarna.
Aku paling tidak bisa melihat seorang wanita menangis.
(Tiba-tiba Ibu memanggil)
"naaakk mau Isya', siap-siap untuk adzan."
Aku lalu turun dari loteng, melenguh panjang tanda aku harus menenangkan pikiranku sejenak.
Aku ambil air wudlu. Lalu pergi untuk adzan. Saat aku menyalakan Microfon tanda siap untuk mengumandangkan adzan, Aku mengumandangkan adzan, namun tiba-tiba pikiran-pikiran itu muncul lagi. Itu membuat adzanku kacau balau. Ya, begitu kacau balau. Aku harus mengulanginya dari awal, itu tandanya aku salah dalam adzan.
Dalam sholat pun aku tetap tidak bisa khusuk, pertama karena ketololanku salah dalam adzan. Dan aku memikirkan dia.
Sampai dirumah, ibuku bertanya. "nak, tidak bisanya kamu seperti ini. Apa kamu sedang jatuh cinta?"
Iya bu, jatuh cinta yang pelik. Aku menceritakannya kepada Ibuku kembali seperti segala yang telah aku pikirkan di loteng tadi.
Saat semua cerita telah usai. Ibu hanya bisa bilang "Keadailan kasih sayang hanya ada di dalam hati".
Setelah itu keputusanku yang ke tiga berarti, Aku tidak memilih mereka berdua. Artinya, aku lebih baik menyakiti keduanya daripada hanya seseorang saja yang terluka.
( Rumah, 7 Januari 2011)
Saya dedikasikan untuk tanggal 8 Januari 2011. Minimal ini adalah hal filosofis yang amat sangat membekas dalam hidup. Aku sekarang telah menjadi pemuda baru yang bisa berpikir terhadap apa yang dulu pernah terjadi. Ini adalah kesalahanku. Maaf segala yang pernah terjadi. Maaf terhadap kesalahan bodoh yang saya lakukan. Saya akan menghukum diri dengan mencari pengertian-pengertian hidup yang lebih out of the box. Semoga harimu menyenangkan.
Terima kasih telah membaca artikel: Keadilan Kasih Sayang Hanya Ada di Dalam Hati
"Memang masalah apa?"
Aku tidak bisa bercerita, bu..
Aku lalu naik ke loteng, berpikir dalam-dalam. Barangkali aku akan jadi orang paling jahat se-dunia. Aku telah mengecewakan wanita yang aku sayangi. Entahlah, sayang sebagai sahabat atau wanita yang ingin aku pacari, aku masih bingung.
Apakah aku salah merelakannya untuk orang lain? Dia lebih dibutuhkan bagi teman-temannya. Karena bagiku dia seperti virus yang berterbangan seperti elektron neutron yang ada di semua unsur kehidupan. Dia selalu membawa berita yang menyenangkan. Siapa yang tidak kenal dia pasti dia adalah rajanya orang yang menutup diri. Karena dia selalu ada dimana-mana, memberikan kesejukan bagi orang-orang disekitarnya. Bahkan kepada guru-gurunya yang selalu membicarakan namanya karena tingkahnya yang sangat menyenangkan.
Aku takut, bila keputusanku merubah semua warna warni yang telah dia bangun. karena aku tahu, aku bukan pekerja seni yang bisa seenaknya merubah lukisan elok yang penuh warna kreasi besutan orang jiwa abadi seperti dia.
Tiba-tiba aku melihat sebuah bayangan tubuhku sendiri. Aku berpikir pembuat bayangan ini adalah pertanda bila bulan muncul. Aku menengok ke arah timur. Benar, bulan indah sekali. Rasanya ada semacam kegembiraan kalau aku sedang ditemaninya. Bulan itu sangat teduh menyehatkan mata hati, elok membayangkan bila aku bisa duduk bersamanya dan bercerita tentang semua kekonyolan kita berdua sebelumnya. Aku memandanginya penuh ketakjuban. Berpikir bahwa aku akan menunjukkan sebuah keputusan yang kedua. Karena keputusan yang pertama adalah aku mengkebiri rasa yang aku miliki kepadanya karena aku hanya tidak mau mengubah hidupnya hanya karena aku memacarinya.
Apa aku salah bila aku meminta pendapatnya sebagai sahabat soal keputusanku yang pertama. Sebuah drama yang aku ketahui begitu menyesakkan batin, bahwa aku menipu kalau aku mencintai seseorang.
Ternyata drama semakin mencekam, aku bagai orang bodoh yang tidak bisa mengatur hidupku. Aku diatur oleh keadaan yang sebenarnya akan menimbulkan sebuah bencana yang pelik, antara aku, dia dan seseorang.
Bulan itu cukub membantuku dalam menguraikan masalah-masalah ini. Cahayanya seperti telah menerangi jalan berpikirku. Bahwa aku harus mengambil keputusan yang kedua, aku harus meneruskan rasa sayangku sebagai sebuah bentuk ucapan yang akan menjadikan aku sebagai seorang pekerja seni yang akan mewarnai sebuah gambar hidup yang sudah cantik bewarna.
Aku paling tidak bisa melihat seorang wanita menangis.
(Tiba-tiba Ibu memanggil)
"naaakk mau Isya', siap-siap untuk adzan."
Aku lalu turun dari loteng, melenguh panjang tanda aku harus menenangkan pikiranku sejenak.
Aku ambil air wudlu. Lalu pergi untuk adzan. Saat aku menyalakan Microfon tanda siap untuk mengumandangkan adzan, Aku mengumandangkan adzan, namun tiba-tiba pikiran-pikiran itu muncul lagi. Itu membuat adzanku kacau balau. Ya, begitu kacau balau. Aku harus mengulanginya dari awal, itu tandanya aku salah dalam adzan.
Dalam sholat pun aku tetap tidak bisa khusuk, pertama karena ketololanku salah dalam adzan. Dan aku memikirkan dia.
Sampai dirumah, ibuku bertanya. "nak, tidak bisanya kamu seperti ini. Apa kamu sedang jatuh cinta?"
Iya bu, jatuh cinta yang pelik. Aku menceritakannya kepada Ibuku kembali seperti segala yang telah aku pikirkan di loteng tadi.
Saat semua cerita telah usai. Ibu hanya bisa bilang "Keadailan kasih sayang hanya ada di dalam hati".
Setelah itu keputusanku yang ke tiga berarti, Aku tidak memilih mereka berdua. Artinya, aku lebih baik menyakiti keduanya daripada hanya seseorang saja yang terluka.
( Rumah, 7 Januari 2011)
Saya dedikasikan untuk tanggal 8 Januari 2011. Minimal ini adalah hal filosofis yang amat sangat membekas dalam hidup. Aku sekarang telah menjadi pemuda baru yang bisa berpikir terhadap apa yang dulu pernah terjadi. Ini adalah kesalahanku. Maaf segala yang pernah terjadi. Maaf terhadap kesalahan bodoh yang saya lakukan. Saya akan menghukum diri dengan mencari pengertian-pengertian hidup yang lebih out of the box. Semoga harimu menyenangkan.
Biarkan Al-Quran Berbicara Tentang Dirinya Sendiri
Ya, secara ldzfiah dan harfiah memang orang yang bisa lancar membaca
Al-Quran itu bagus. Tapi secara hakikat, bila kita tahu, Al quran bukan
hanya bisa dinilai hanya dengan kemampuan membaca? dan belum tentu orang
yang tangkas membaca lebih baik dari orang yang lemah dalam membaca al
quran.
Kamu pernah dengar, Al Quran itu ada di dalam jiwa kita? bukan hanya sekedar dalam imajinasi atau ucapan?
Barang kali aku terlalu Utopis, menginginkan diriku, teman-temanku, bahkan para ulama' sekalipun untuk katam al quran.
Katam
yang aku maksud bukan beberapa kali kita selesai membaca, berapa merdu
kita meliuk-liukkan suara dan nada begitu harmonis dengan makhrojul
huruf atau tajwidnya. Ada yang lebih esensial.
Yaitu, "membiarkan
Al-Quran berbicara sebagai dirinya sendiri". Bukan sebagai kita
(manusia). Seorang ulama'pun lalai terhadap simbol ULAMA'nya, hanya
karena dia tidak membiarkan Al quran berbicara sebagai dirinya sendiri.
Banyak Ulama' tidak lagi mesra dengan Al quran.
Bila kita
ingat, beberapa murid yang benar-benar hafal surat al-maun tidak bisa
meneruskan untuk menghafal surat lainnya. Hanya karena murid-murid itu
belum membuat al Quran berbicara sebagai dirinya. Dia hidup dalam jiwa
kita, dan akhirnya kita mau berbuat untuk menyantuni anak yatim miskin,
memberi makan mereka, dan tidak menghardik mereka.
Aku
ingin banyak teman yang merasakan kegelisahannya untuk berbuat. Layaknya
Al Quran yang yang seperti cahaya. karena Cahaya muncul begitu saja
dari sesuatu yang bisa memancar. Dan cahaya tidak pernah memilih untuk
menerangi tempat apapun, Walaupun dia kotor dan menjijikkan sekalipun.
Apa kita semua pernah mendengar?
bahwa bentuk asli kegelisahan, kekecewaan dan kekhawatiran adalah TINDAKAN!
bila kita merasa gelisah trhadap sesuatu yang noir (gelap), biarkan cahaya itu masuk! Jangan dicegah...
Kita
harus merubah sesuatu yang noir itu, menjadi keadaan yang begitu
terang! karena dalam jiwa kita ada pengertian Al Quran. Kita harus
merubah sesuatu yang tidak sesuai dengan Pribadi Al Qur'an.
Ini adalah keyakinan. Walaupun membuat Al-quran berbicara sebagai dirinya sendiri itu menyulitkan.
Aku tidak mau membiarkan Kebenaran melawan Keyakinan. Kita harus mengatamkan Al-Quran!
POHON
Tuhan, aku tidak mau lagi jadi pohon. Aku ingin menjadi malaikat
saja, kau ciptakan dari cahaya. Pohon itu semakin marah di tengah hutan
yang dulunya amat banyak temannya, pohon satu dengan pohon lainnya
saling bercengkrama memadu keharmonisan. Lalu dalam kekesalannya
terhadap tuhan, dalam sunyi tanpa ada suara, tiba-tiba muncul suara
lembut menyapa pohon yang sedang dirundung malang itu. Sejujurnya Suara
itu membuat pohon itu sedikit panik. Hei siapa kamu! Siapa Kamu! belum
ada jawaban, dan dia ulang kembali. Siapa Kamu! Apa kamu Tuhan?
Tetap tanpa jawaban yang membuat pohon itu semakin panik. Maafkan aku Tuhan bila aku meradang terhadapmu.
Setelah
sekian lama suara itu muncul lagi. "Pohon, Aku bukan Tuhan. Aku adalah
jiwamu". haaaaaaaa, Jiwaku? "Ya, aku adalah fitroh Tuhan. Kenapa kamu
meradang penuh amarah dan ingin menjadi malaikat?"
Aku muak,
Teman-temanku semua mati tak bersisa. Laknat itu yang telah membunuhku
secara sadis. Lama-lama matilah juga aku. Aku tahu, aku tidak bisa
melawan, aku tahu aku hidup untuk dimanfaatkannya. Tapi mereka itu
laknat, dan aku tidak suka! lalu suaa itu muncul lagi "Seperti apa
masalahmu? Laknat tempatnya di neraka!"
Aku merah benar benar
marah, aku tahu ini semua dari burung yang biasa hinggap dan membuat
rumah penuh keteduhan diranting-rantingku. Suatu hari dia bercerita
tentang semua yang dia lihat di kota. Dia bilang kalau aku telah
dimanfaatkan oleh laknat itu untuk memenuhi nafsunya. ya, nafsunya.
mereka tidak sadar kalau laknat-laknat itu telah membunuhku dengan sadis
sesadis-sadisnya.Burung itu yang telah memberi tahuku, dan sekarang
tidak ada yang akan memberitahuku lagi. Burung yang pandai berkicau itu
kini telah pergi memilih tempat lain, dan aku yakin setelah mendengar
ceritanya. Dia pasti juga akan pindah ke ranting-ranting lain karena
pembunuhan laknat itu!
Suara, Aku ingin menjadi malaikat yang bisa mencatat amal baik dan buruknya.
"Bukannya kamu hidup untuk mereka? kenapa harus disesali? dan apa yang kamu lakukan bila menjadi malaikat?"
Memang
aku hidup untuk mereka! tapi laknat tetaplah laknat, orang bodoh orang
bebal tidak tahu aturan! kata burung itu, sewaktu dia terbang dia pernah
menabrak dinding karena ada tisu yang dilemparkan oleh laknat itu
sembarangan dan menimpa kepalanya dan menutupi penglihatannya. Burung
itu geram dengan laknat itu. dia meccari dan mencari siapa laknat itu!
Setelah ketemu laknat bodoh itu, dia selalu membuntutinya.Ternyata dia
seorang wanita muda. Setiap hari membawa tissu dalam tasnya waktu pergi
sekolah. Dia terlalu sering menggunakan tisu itu untuk hal yang tidak
perlu. Setelah itu melemparkan saja sembarangan. Mengotori tempat yang
sebelumnya bersih dan indah dipandang mata. Cukuplah burung itu menjadi
saksi kalau mereka itu laknat!
Suara itu memecah keheningan. "Lalu apa hubungannya kau dengan tisu?"
Apa
kau tidak tahu? Manusia telah menggunakan apa yang aku punya untuk
membuat tissu? seharusnya mereka tidak menyia-nyiakanku begitu saja! aku
perlu hidup lebih lama lagi! karena mereka terlalu boros menggunakan
tisu maka cepat matilah aku!
Aku ingin menjadi malaikat! melihat
dan mencatat semua perilaku manusia. Yang laknat aku catat laknat, yang
baik aku catat baik. Tidak ada tawar menawar lagi. Dan malaikat tidak
bisa di sogok dengan apapun, walaupun uang beratus-ratus milyar. Biarlah
laknat itu kelak tidak masuk surga yang dia gembor-gemborkan kepada
orang-orang kalau dia orang baik!
Aku ingin mereka tidak membunuhku!
"Baiklah,
protesmu pasti sudah di dengar oleh Tuhan, maka tuhan akan bersikap
agar laknat-laknat itu sadar, agar mereka mengerti bahwa mereka telah
salah".
(Lalu, karena banyak pohon di bumi yang semakin sedikit. Banjir-banjir besar ada di mana-mana).


