Cerpen "Tetek Titel"

0 komentar
Namanya H. Yusuf Maulana. MM orang-orang pasti akan berdecak kagum melihat titelnya. Minimal orang-orang yang baru mengenalnya akan berpikir masi muda tampan, berwibawa, sudah haji, dan punya gelar megister manajemen. Kurang apa lagi coba, barangkali itu sudah cukup buat menggaet keinginan untuk dijadikan mantu bagi anaknya.

Tapi sayang, "H" itu bukan akronim dari 'Haji' tapi 'Hehehe' belum lagi "MM" bukan akronim dari 'Megister manajemen' namun karena Malam pertama ayahnya bersetubuh dengan istrinya pada waktu Malam Minggu. Itu ulah bapaknya yang kranjingan dan kurang berpendidikan tidak punya pikir panjang. Biar dikata nama anaknya mentereng dan juga bermaksud agar anaknya kelak juga bisa pergi Haji dan jadi Megister Manajemen. Walaupun bapaknya seorang preman pasar lulusan SD saja namun setiap bapak pasti punya cita-cita agar anaknya jauh lebih baik dari bapaknya.

Ulah bapaknya kini juga berimbas pada yusuf, ternyata yusuf jadi orang yang seperti bapaknya cita-citakan sekarang. Sudah pergi Haji dan punya gelar Megister Manajemen beneran. Tapi sayang bapaknya cudah koid di makan usia tidak bisa melihat bahwa anaknya sudah seperti yang dia impi-impikan, walaupun dulu hanya sebatas nama.

Yusuf kini bekerja di perusahaan kelas dunia, bisa dikata gajinya segunung apalagi dia belum kawin. Yusuf sebenarnya sudah punya dambaan hati, gadis cantik molek seksi anak kuliahan semester 7 yang sedang menjalani proses skripsi. Sudah barang tentu yusuf punya ambisi kalau setelah gadis cantik molek seksi lulus kuliah pastilah akan dilamar untuk dijadikan istri.

Tapi kini Yusuf yang sudah jadi orang kaya tiba-tiba saja bilang tidak mau kawin sama gadis itu. Katanya si karena teteknya ada tiga. Pernah suatu saat dia melamun membicarakan hal ini dengan dirinya sendiri.

"Dia memang gadis cantik, mulus putih, seksi dan menggairahkan. Tapi teteknya tiga".

"Goblok, bukankah itu sebuah kelebihan?"

"Kelebihan? maksudnya?"

"Iya kelebihan, tangan kananmu bisa pegang tetek kirinya, tangan kirimu bisa pegang tetek kanannya, sedang mulutmu bisa gerilya di tetek tengahnya."

"Itu bukan kelebihan, tapi berlebihan. Orang mana yang suka dengan orang yang berlebihan?"

"Bukankah itu yang di maui semua laki-laki, bisa bermain-main dengan tetek wanita?"

"Ya memang, tapi kenapa harus ada tiga? tidak normal saja. Dua seperti wanita-wanita lainnya, walaupun tidak secantik, seseksi dan semulus dia. Namun tetek mereka normal, ada dua."

"Bukannya kamu bisa kawini dia lalu bisa oprasi teteknya dengan kekayaanmu yang berlimpah?"

"Bukan sesederhana itu, aku ini Haji, dan Megister manajemen. Tentu aku seorang yang alim dan seseorang yang berpendidikan. Bukan seperti bapakku dulu, yang dengan enaknya agar anaknya namanya mentereng lalu dengan sesukanya memberikan nama kepadaku. Karena aku orang alim sudah pasti aku tidak bermain-main dengan teteknya karena nafsu. Dan tentu karena aku berpendidikan, sudah tentu aku tidak sebodoh itu mengawini gadis yang teteknya tiga."

"Loohh, bukankah yang ada dipikiranmu adalah apa yang ada dipikiranku? Dari mana kau tahu kalau gadis itu teteknya ada tiga? kecuali kalau kamu mengetahuinya tidak dari mengintipnya atau bahkan sudah bermain-main dengan sekujur tubuhnya?"

Karena marah lamunanya pecah. Dia tidak mau berbicara lagi dengan dirinya sendiri. Dia bisa saja melakukan apa yang baik-baik agar dipandang orang dia orang baik. Tapi ternyata diri sendirinya juga yang melucuti dirinya sendiri bahwa kebaikannya adalah kamuflase atas titelnya yang mentereng.

Oleh Amin Bagus panuntun
Rumah, 26 April 2011

                Ini semua bukan berarti tidak sopan karena membicarakan tentang hal-hal yang tidak sopan. Ini semua bukan masalah kesopanan kecuali karena kita sok sopan. Kesopanan dinilai dari hal-hal yang tidak sopan, karena kita melihat hal-hal yang tidak sopan kita bisa menentukan kesopanan. Sekarang waktunya kita selalu berpikir secara positif dan berani menyatakan bahwa diri kita ternyata masih dekat dengan kamuflase-kamuflase hidup yang kita jalani. Hidup kita menjadi sekenario kita sendiri yang mengotak-atik diri sendiri agar yang tidak baik jadi kelihatan baik. Agar yang bobrok jadi kelihatan menawan. Mari sedikit-sedikit kita hentikan itu semua agar semua yang sedikit itu tidak tertimbun menjadi malapetaka di kemudian.
Terima kasih telah membaca artikel: Cerpen "Tetek Titel"

Catatan Harian Kartini

0 komentar
Sebelumnya saya ingin jelaskan kalau saya tidak sudi menggunakan istilah wanita kepada seorang perempuan, karena artinya yang merendahkan. Wanita berasal dari kata: wani = orang; toto = hias; yang artinya orang yang dihias, hiasan. Sedangkan perempuan memiliki makna yang jauh lebih menghormatkan. Perempuan dari kata empu = pemilik. Jadi wanita adalah pemilik, yang dihormati. Jadi untuk selanjutnya hanya akan ada kata perempuan. (Ery goodreads) 

***

Seorang anak pertama kali hidup dengan udara kampung. Anak-anak yang berpikir bahwa hal yang menarik baginya dia lakukan meskipun itu dilarang.

Pernah karena bandel dan kebanyakan polah (bergerak gesit) saat bermain dengan adik-adiknya, dia dijuluki dengan sebutan Trinil. Entah apa yang ada dipikiran Trinil, yang jelas dia mencintai ayah ibunya dan menyayangi adik-adiknya, ini ditunjukkan Trinil pada saat bermain dengan adiknya yang pertama, mengayomi adiknya dan membuat senang adiknya. Bukan hanya itu, sikap seorang anak itu (Trinil) ditunjukkan secara sederhana lewat betapa senangnya dan gembiranya dia saat memiliki adik baru lagi. Bagi Trinil itu tandanya dia akan mempunyai teman bermain baru. Dengan sikap kepemimpinannya sebagai mbak (kakak) bagi adik-adiknya maka bertengkar adalah kegiatan yang jarang pernah terjadi antara seorang adik dan kakak.

Ayah yang begitu perhatian dengan anak-anaknya. Ayah Trinil beberapa kali mengajak anak-anaknya untuk berjalan-jalan naik kereta pergi ke kampung-kampung sebagai pembelajaran bagi Trinil dan adik-adiknya. Bagi Ayahnya hal ini merupakan pendekatan secara terarah agar puterinya kelak akan mencintai rakyat dan bangsanya, sehingga apa yang dilihatnya dapat tertanam dalam ingatan RA Kartini danadik-adiknya serta dapat mempengaruhi pandangan hidupnya setelah dewasa.

Karena Trinil merupakan anak bangsawan menunjukkan kedekatan dengan para londo (belanda) pernah suatu hari dia, dan kedua adiknya Roekmini dan Kardinah menikmati keindahan pantai bandengan yang letaknya 7 km ke Utara Kota Jepara, yaitu sebuah pantai yang indah dengan hamparan pasir putih yang memukau sebagaimana yang sering digambarkan lewat surat-suratnya kepada temannya Stella di negeri Belanda. Trinil dan kedua adiknya mengikuti Ny. Ovink Soer mencari kerang sambil berkejaran menghindari ombak, kepada Trinili ditanyakan apa nama pantai tersebut dan dijawab dengan singkat yaitu pantai Bandengan. Inilah awal kedekatan antara Trinil dengan Nyonya yang akan mempengaruhi kedekatan tulisan surat-suratnya kepadanya.

Bila kalian tahu TRINIL ADALAH RA KARTINI

Selang beberapa tahun pada usianya 12 an tahun kemudian setelah selesai pendidikan di EUROPASE LEGERE SCHOOL, RA Kartini berkehendak ke sekolah yang lebih tinggi dengan mengajukan lamaran beasiswa ke Belanda, Karena baginya pendidikan yang tinggi artinya merubah tatanan sosial. Namun timbul keraguan di hati RA Kartini karena terbentur pada aturan adat apalagi bagi kaum ningrat seperti dia bahwa wanita seperti dia harus menjalani pingitan. Akhirnya dia serahkan beasiswa itu pada H. Agus Salim.

ITULAH RA KARTINI

Kemampuan pendidikannya yang telah menunjukkan sikap-sikapnya serta jiwa kemanusiaan yang telah diajarkan ayahnya yang begitu membuat RA Kartini berbeda dengan wanita-wanita lainnya. Dia menjalankan Islam dengan Baik, dia sadar bahwa Islam adalah Kemerdekaan yang bertauhid. Seperti tulisan-tulisannya dalam surat-suratnya.

“Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia pun ia sebenar-benarnya bebas.” [Surat Kartini kepada Ny. Ovink, Oktober 1900]

“Supaya Nyonya jangan ragu-ragu, marilah saya katakan ini saja dahulu: Yakinlah Nyonya, KAMI AKAN TETAP MEMELUK AGAMA KAMI yang sekarang ini. Serta dengan Nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja MEMBUAT UMAT AGAMA LAIN MEMANDANG AGAMA ISLAM PATUT DISUKAI . . . ALLAHU AKBAR! Kita katakan sebagai orang Islam, dan bersama kita juga semua insan yang percaya kepada Satu Allah, Gusti Allah, Pencipta Alam Semesta" [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]

"Bagaimana pendapatmu tentang ZENDING (Diakonia), jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta-kasih, bukan dalam KRISTENISASI? Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya . . . Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi JANGAN MENG-KRISTEN-KAN ORANG! Mungkinkah itu dilakukan?"
[Surat Kartini kepada E.C. Abendanon, 31 Januari 1903]

“Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Allah, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan…”

“Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdullah).”
[Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 1 Agustus 1903]

Atau Kemauannya untuk merubah Perempuan agar bisa kuat dalam menjalani kehidupan batin dan nyatanya.

"Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata "aku tiada dapat!" melenyapkan rasa berani. Kalimat "aku mau!" membuat kita mudah mendaki puncak gunung.

" Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. kehidupan manusia serupa alam” (Kartini - Habis Gelap Terbitlah Terang)

“Wanita dijajah pria sejak dulu. Dijadikan perhiasan sangkar madu.”

Kartini mencoba merubah budaya bahwa pendidikan bagi kaum perempuan itu perlu agar yang diurusi perempuan bukan hanya "Masak-Manak-Macak". Seorang Perempuan baginya harus mempunyai pendidikan yang baik.

***

Lalu kartini bersama suaminya mendirikan sekolah, sayangnya sekolah untuk orang orang yang mampu saja.

"Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama."
[Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]

Dari surat diatas jelaslah bagaimana maksud Kartini bahwa perempuan harus mempunyai sikap KeIbuan. Secara gamblang secara wanita kekinian saya mempunyai pengertian bahwa seorang perempuan harus mempertahankan dirinya sejak awal, mengadvokasi dirinya sendiri. Seorang perempuan harus tumbuh dengan menjaga dirinya sendiri, dengan mengupayakan dirinya menjadi orang yang selalu mencari suplemen-suplemen ilmu, nutrisi-nutrisi keagamaan. Menjaga dirinya dari kekuatan-kekuatan dari luar dirinya yang negatif, dari ideologi seks bebas, ideologi fahsion, kebudayaan permisif (serba boleh), kebudayaan hedonis (serba senang-senang), dan lain sebagainya.

Semua itu dimaksudkan untuk mencetak seorang perempuan yang akan menjadi Ibu dari anak-anaknya, menciptakan anak-anak yang mempunyai iman yang tidak bencong, mempunyai anak yang mempunyai ilmu dan dekat dengan rakyat yang tertindas, anak-anak yang selalu membicarakan stop kemunafikan dan bersikap memperjuangkan kebenaran dan lain sebagainya. Karena semua itu berawal dari seorang IBU yang handal, yang berilmu pengetahuan yang baik, ibu yang solehah tunduk kepada Allah, dan segala kebaikan lainnya. Semua itu untuk kehidupan yang lebih baik. seperti cita-cita kartini.

Perempuan boleh saja mati
Tapi Ibu tidak
Perempuan boleh saja mati
Tapi Kartini tidak
Karena Ibu dan Kartini adalah Konsep. (Amin Bagus Panuntun)

***

Mari kita lihat soal kontemporer tentang wanita. Wanita sekarang sudah mempunyai persepsi lain tentang Kartini. Baginya hari kartini adalah sebuah ritual bahwa sehari ini kita telah tumbuh menjadi wanita yang bebas. Bebas menentukan saya akan berbuat apa, saya akan menjadi apa, saya akan berpakaian seperti apa. Andaikan Kartini masih hidup, barangkali dia akan menangisi keadaan saat melihat kebanyakan wanita sekarang. Wanita yang menjual dirinya secara murah dengan melakukan hal-hal yang murahan. Fenomena pacaran yang banyak mengarah ke zina, paham kesenang-senangannya yang terlalu berlebihan, kemauannya untuk mencari ilmu yang semakin lama semakin memprihatinkan, jiwa kemanusiaan yang lama-lama luntur dan lain sebaginya. Itu wajib kita waspadai bagi wanita manapun.

Saya membayangkan sebuah kondisi, dimana Perempuan-perempuan indonesia bangkit menjadi perempuan yang ke Ibuan dan ke-kartini-kartinian dan atau Ke Cut Nyak dien'an.

Oleh Amin Bagus Panuntun
Rumah 21 April 2011
Terima kasih telah membaca artikel: Catatan Harian Kartini

Essai "Pendidikan"

0 komentar

ESSAI "PENDIDIKAN"

oleh Amin Bagus P pada 19 April 2011 jam 23:29
Bila kita tahu, Tujuan yang tidak kasat mata "Pendidikan" sekarang adalah memenuhi kebutuhan Pasar.

seperti yang dituliskan Louis O. Kattsoff

"Kebebasan akal hanya terjadi melalui pendidikan yang bebas
berdasar penyelidikan kefilsafatan ...

Dewasa ini kita banyak mendengar tentang pendidikan yang bebas dan kebutuhan pandangan yang luas. Pada hakikatnya apakah yang tersangkut dalam hal ini? Sesungguhnya, banyak pendidikan dewasa ini didasarkan atas suatu pandangan dunia yang mengatakan bahwa pencarian nafkah merupakan kebaikan tertinggi.

Menghasilkan seorang ahli yang cakab, terlampau sering menjadi tujuan pendidikan yang hendak kita capai. kita mendidik para ahli di bidang kedokteran untuk menjadikan diri kita lebih sehat, demikian pula dibidang-bidang lainnya. tetapi sayang, kita cenderung lalai mendidik ahli-ahli yang dapat menjadikan kita lebih bijaksana. Tujuan pendidikan yang demikian menyebabkan para ahli tersebut tidak bisa membuat kita menjadi lebih bijaksana. Mereka banyak mengajarkan kepada kita "bagaimana cara berbuat" tetapi bukannya "mengapa berbuat demikian".

Untuk mengetahui mengapa orang berbuat, seseorang perlu mendapatkan pendidikan khusus yang dapat membekali analisa yang kritis dan kecakapan bersinestesia dalam memberikan tanggapan-tanggapan. tetapi disamping itu. "mengapa berbuat demikian" hanya dapat diperoleh melalui proses yang bertentangan dengan pendidikan keahlian yang memusatkan perhatian kepada hal-hal yang khusus. Proses tersebut ialah penyusunan suatu pandangan dunia berupa sintesa, yang menjadikan "mengapa berbuat" mengandung makna: suatu sintesa prinsip-prinsip yang paling utama di segala cabang pengetahuan".

Selain kesimpulan diatas, bila kita menganalisis akibat dari pendidikan yang mengajarkan "bagaimana cara berbuat" sudah tentu akan banyak dokter yang akan banyak berdo'a agar banyak orang sakit, seorang politikus menggunakan seni konspirasi atau melegalkan demokrasi transaksional maupun demokrasi kriminal guna memperkaya diri dan golongannya, Guru akan mendidik lebih manusiawi dengan daripada sibuk memikirkan gaji yang kurang sesuai (Karena pemerintah sudah memberikan gaji yang tinggi bila para pembuat kebijakan adalah seorang yang dididik untuk mengerti "mengapa berbuat demikian" ) atau bahkan seorang penggali kubur demi mendapatkan pekerjaan akan berdo'a agar banyak orang yang mati.

Hal-hal ini perlu diwaspadai serta disekenario ulang sejak sekarang.

***

Kita tahu bahwa segala jenis pendidikan itu perlu, karena manusia yang berpendidikanlah yang akan mewujudkan sebuah peradaban yang baik. Termasuk juga pendidikan formal, sering kita sebut SEKOLAH.
Sekolah menurut peraturan pemerintah mempunyai otonomi tersendiri dengan porsi tertentu, namun karena birokrasi yang salah maka timbul apa yang disebut 'loyalitas terhadap dinas'. Maksud saya, sekolah tidak mampu lagi berbuat banyak untuk menjadi sekolah yang mencerdaskan masyarakat. Para birokrat lebih sibuk memakai lipstik dan bedak agar terlihat lebih cantik dihadapan birokrasi diatasnya.

Anies Baswedan seorang rektor termuda universitas Paramadina telah mewujudkan basis beasiswa yang diperoleh dari pasar. "Saya tanya mereka “Apakah mau pendidikan kita seperti ini,?” semuanya mengatakan tidak. Dan lebih mudahnya lagi adalah perusahaan-perusahaan swasta adalah pemanfaatan orang-orang terdidik tanpa mengeluarkan biaya sama sekali".

berarti bisa saya tarik kesimpulan, karena pendidikan itu berorientasi pada pasar. Maka, bila pendidikan tidak menciptakan para ahli-ahli yang dibutuhkan pasar, tentunya pasar akan keok. Ada hubungan timbal balik seharusnya, namun yang kita lihat hal-hal tersebut tidak ada. Pasar terlalu kuat untuk mendekte pendidikan. Sedangkan hasil dari pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat menjadi banci, tidak mampu menunjukkan eksistensinya sebagai masyarakat berpendidikan yang MERDEKA.

Tentunya benar kata seniman kita Putu Wijaya. "Kemerdekaan bila dimiliki orang yang belum siap menerima kemerdekaan, maka kemerdekaan itu adalah kematian". Seperti kematian wajah Pendidikan Indonesia saat ini.

***

Fenomena yang banyak terjadi sekarang, pelaku teroris dari bom atau bom bunuh diri, tawuran antar warga, tawuran suporter sepakbola yang sulit dikendalikan, perang antara warga dengan TNI, korupsi, pengemplangan pajak, kasus money londry, dan lain sebagainya. Riset mengatakan bahwa ini semua karena pendidikan masyarakat yang lemah. Tentunya pendidikan yang saya maksud adalah pendidikan Spiritual, moral, kemanusiaan, akhlaq, pengetahuan, kebijaksanaan, kepemimpinan, dan yang mempunyai andil lainnya.

Jawabannya...
Bagaimana bila sekolah merupakan pusat pengetahuan, bukan lagi sekedar pusat pendidikan yang dapat kita saksikan di sekolah-sekolah dewasa ini.

Misalkan selain diadakan proses belajar mengajar formal Guru dan murid, masyarakat lokal bisa memiliki sekolah guna pembentukan akumulasi-akumulasi pengetahuan dan kebudayaan. Dengan sekolah memiliki perpustakaan umum, perpustakaan itu bisa menjadi daya tarik masyarakat sekitar untuk selalu membaca buku. Menambah pengetahuan masyarakat. Selain itu akibat-akibat yang lain tentu akan lebih banyak. Karena masyarakat mulai terbuka pikirannya dengan pengetahuan yang mereka miliki.

Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH. SU Pernah bilang "Universitas-Universitas tidak bisa menjamin mahasiswanya untuk menjadi pandai dan sukses. Tapi Universitas dibangun bagi mereka yang ingin pandai dan meraih sukses. dan Sewajibnya di Universitas di tempa kecerdasan otak, digodok kematangan emosi dan dibina keluhuran watak".

Peradaban yang baik pastilah yang kita harapkan, Kedamaian, Kemandirian, Kesuksesan, Kekayaan, Kenyamanan, dan unsur-unsur lainnya Ingin Segera kita wujudkan.

Oleh AMIN BAGUS PANUNTUN.
Rumah, 19 April 2011

Terima kasih telah membaca artikel: Essai "Pendidikan"

12 April 2011

0 komentar
Kepalaku sakit, sangat sakit
Pembual yang tidak lagi berjaya
Apakah obat hanyalah waktu?
Saat semua menjadi jelas
kalau aku mempunyai penyakit
Penyakit yang menjijikkan

Saat waktu menjadi obat
aku tidak akan mengatakan
bahwa aku menyesal,
tobat.
Aku akan membuktikan
bahwa aku benar-benar orang baik

Aku pernah menjadi bandit kecil, pencuri ulung.
Ibu marah menyuruhku meminum air kematian
Ibu, aku takut mati saat itu
makanya aku mengaku

Sejarahku memang sejarah orang brengsek
berantakan tanpa iman
aku tobat,
lalu tobat lagi
akhirnya aku tobat sebenar-benarnya tobat.

Sekarang aku Tobat lagi dengan Kebrengsekan yang lain.
Aku akan menjadi orang baik
lebih baik dari sebelumnya.

Terima kasih telah membaca artikel: 12 April 2011