KEMBALIKAN KEBAHAGIAAN?
Beberapa tahun yang lalu saya pernah menulis diskripsi tentang
kebahagiaan (bisa dilihat dalam catatan saya terdahulu). Sampai saat ini
tidak ada yang salah dari kebahagiaan, bahwa saya senantiasa
mengartikan kebahagiaan selalu menjadi tujuan utama dalam kehidupan
manusia. Bila ada seseorang yang berkata bahwa "tujuan utama hidupku
adalah bagaimana membuat orang tuaku bahagia", tentunya tidak ada yang
salah dari kalimat ini. Namun bila dicermati secara mendalam, seseorang
itu sebenarnya sedang menyusun skenario untuk mendapatkan kebahagiaan
dirinya sendiri. Namun, mereka tidak mau mengakuinya, bukan karena
mereka tidak tahu, namun karena kebahagiaan menurut mereka hanya bisa
dilakukan melalui jalan berkorban untuk orang lain. Lalu pertanyaan
saya, "apakah dalam mendapatkan kebahagiaan selalu harus menjadi
korban?"
KEBAHAGIAAN
Kebahagian
adalah sesuatu hal yang alamiah dimiliki makhluk Tuhan. Bukan hanya
manusia, namun tumbuhan, hewan, angin, air, bumi, langit, semua akan
menuju kepada kebahagiaan. Seumpama bejana kosong, kebahagiaan akan
selalu mengisinya disaat semua makhluk Tuhan menjalankan misi utama
kefitrohannya. Kefitrohan tumbuhan dan hewan misalnya adalah tumbuh dan
bermanfaat bagi manusia, mereka dimanfaatkan bagi kehidupan manusia,
kayunya, buahnya, keteduhannya, dagingnya, suaranya, keindahanya,
kesetiaannya, dan lain sebagainya adalah untuk bisa dimanfaatkan oleh
manusia. Kefitrohan angin adalah bergeraknya udara, angin mampu
menyejukkan, menggiring awan, dimanfaatkan sebagai kincir angin, dan
lain sebagainya. Mereka juga akan merasakan kebahagiaan karena
menjalankan kefitrohannya. Lalu apa kefitrohan manusia, apakah berbuat
baik, apakah tunduk kepada dzat yang lebih tinggi (baca: Tuhan), atau
apakah kefitrohan manusia adalah menjadi manusia itu sendiri?
Kebahagiaan
adalah sebuah kado, tanpa disadari saat kita menjalankan kefitrohan
kita sebagai manusia maka dengan sendirinya kebahagiaan itu akan
tertambat pada diri manusia yang menjalankan kefitrohannya. Sehingga,
bisa dikatakan untuk mendapatkan kebahagiaan diperlukan upaya/kiat,
namun bukan disebut sebuah pengorbanan. Karena semua makhluk Tuhan
memang semestinya menjalankan kefitrohannya.
MASA KINI
"Ada
seseorang yang telah merasa bahagia setelah mempunyai uang banyak
sehingga bisa untuk membeli/memiliki apa yang dia inginkan." Apakah ada
yang salah dalam kalimat ini? "Tidak". Bila saat ini ada seseorang yang
berbicara bahwa kebahagian itu tak bisa di beli, maka mereka pantas
dicurigai. Seorang miskin yang kelaparan, banyak yang menganggap bahwa
(t)uhan adalah sekotak makanan. Dan disaat mereka tak mampu
membelinya/mempunyainya maka sebahagian dari mereka menganggap
kebahagiaan adalah suatu kenisbian. Bahkan kebahagiaan jenis ini telah
menjangkit pada seluruh tatanan sosial, dimana "Kebahagiaan selalu
berhubungan dengan perut." Tak perlu ada yang perlu di tampik, karena
sebagian besar orang mempunyai pikiran bahwa menunjukkan rasa syukur
terhadap manusaia didapat di meja makan, segala prestasi yang di dapat
selalu berujung di perut. Sehingga, adakah yang salah dengan acara-acara
kuliner yang secara halus mendoktrin masyarakat? Ataukah kita yang
salah karena menyambut image tersebut tanpa berkesudahan?
Bagaimana
jika kebahagiaan itu adalah mempunyai mobil mewah, rumah mewah, istri
yang cantik, lelaki yang tampan, pakaian yang indah, Blackbarry,
kedudukan yang tinggi, jabatan setingkat mentri, selagi ada uang
semuanya bisa terbeli. Sekali lagi mohon jangan ditampik dengan cepat.
Di
era mutakhir semacam ini, dimana banyak orang lupa pada kefitrohanya
sendiri, lupa pada tugasnya dibumi. Namun mereka dengan riang gembira
menjalani kehidupan tanpa melakukan apa yang mereka lupakan itu.
Sehingga banyak orang salah kaprah dalam memandang sesuatu, karena
sesuatu itu telah di monopoli oleh kaum kapitalis yang memonopoli media.
Media selalu mampu menggiring masyarakat pada sesuatu hal yang
sebenarnya adalah kepalsuan. Dan mereka (pun) mampu memantik hawa nafsu
manusia, menjadikannya menjadi kompetisi yang begitu menggairahkan untuk
dimenangkan.
MENGEMBALIKAN KEBAHAGIAAN
Tak
ada kualitas iman yang baik tanpa dibarengi ilmu. Tak ada manusia yang
jujur, tanpa mereka memahami kenapa harus bersikap jujur. Dan orang
bodoh yang jujur, lebih baik daripada orang cerdas namun jahat. Iman
selalu akan mendorong orang untuk berbuat baik, dan ilmu akan mendorong
seseorang untuk mengerti bagaimana cara melakukan kebaikan. Iman
nampaknya harus selalu di nomor satukan, dan yang kedua adalah ilmu.
Sehingga kita dapat memperoleh jawaban bahwa, orang yang jujur dan
cerdas, akan lebih baik daripada orang yang jujur namun bodoh dan juga
akan lebih baik daripada orang yang cerdas namun menggunakan
kecerdasannya untuk melakukan kejahatannya secara sempurna.
Kenapa
saya berbicara soal mengembalikan kebahagiaan dengan Iman dan Ilmu?
Karena kebahagiaan diperoleh sebab seseorang telah menjalankan
kefitrohannya, maka bisa dibilang dia telah dekat dengan keimanan. Dan
dengan menjalankan keimanan bagi orang yang berilmu. Mereka akan paham
sebenarnya apa tugasnya di bumi, sehingga tidak mudah dibohongi oleh
sesuatu jenis kebahagiaan yang dibuat oleh kaum industri. Mereka akan
senantiasa mencurigai bila tubuhnya digerakkan untuk menuju kebahagiaan
yang semu. Mereka akan mempunyai antibodi untuk menolaknya dengan ilmu
yang di miliki. Tu(h)an, "KEMBALIKAN KEBAHAGIAAN KAMI !"
Oleh Amin Bagus Panuntun
Klaten, 4 Agustus 2012
PECAH-PECAH LAH KAU YANG MAMPU TERPECAHKAN
TOLOL(7 Nopember 2009)
Ketakutan yang ku kira, tertawakan aku saat aku tenggelam.
Semua yang kukira, ternyata kini tak seperti adanya, mungkinkah kau melakukannya, disaat aku kelam dan tersudut.
Bahasa hati itu hanya dari mulut, atau dari sikap, atau dari mimpi kita yang sama ?
Atau kita hanya seperti dua orang tolol, aku menyesali masa lalu dan kamu menyalahkan masa lalu.
Dan kini aku merasa aneh saat cemburu atau saat malu.
MOMENT(10 Nopember 2009)
Adakalanya aku menginginkan waktu itu
untuk tak membuat kau gelisah
Dengan tangisan dan masalahmu
Tapi aku hanya ingin bercerita disampingmu sayangku.
Bicara tentang lagu-lagu yang manis, atau berbicara tentang warna-warna yang indah diatas sana.
Bahagialah sayangku.
kau tak pernah menanamkan apa-apa, aku tak pernah kekeringan karena-nya.
Atau seperti halnya begini sayangku.
Waktu aku merenungkan dengan bertopang dagu dilutut hingga aku tetap saja tidak tahu bahwa aku merasa mengenang waktu itu atau tidak.
Keinginan ini, jauh lebih dalam untuk memutar kembali waktu.
Oleh Amin Bagus Panuntun


